Boyolali, Suarakyat.com ( 27/3/2025) - Baru-baru ini, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifuddin, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti yang tidak melarang sekolah mengadakan study tour. Menurutnya, kegiatan ini memiliki manfaat dalam menambah pengalaman dan wawasan siswa. Namun, di sisi lain, study tour juga menjadi polemik di kalangan wali murid, terutama bagi mereka yang kondisi ekonominya kurang mapan.
Setiap kali study tour diadakan, banyak orang tua yang mengeluhkan beban finansial yang semakin berat. Kegiatan ini biasanya diselenggarakan menjelang akhir masa pendidikan, saat orang tua juga harus mempersiapkan biaya lain, seperti keperluan kelulusan atau pendaftaran ke jenjang pendidikan berikutnya. Bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak di sekolah yang berbeda, beban tersebut semakin berlipat ganda.
Selain itu, tak sedikit yang menilai bahwa study tour lebih bersifat rekreasi daripada edukasi. Jika tujuannya untuk menambah wawasan, sekolah seharusnya bisa mencari alternatif yang lebih terjangkau dan tidak memberatkan orang tua. Tidak bisa dimungkiri, ada pula anggapan bahwa kegiatan ini menjadi "lahan" bagi pihak tertentu untuk mencari keuntungan.
Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang lebih berpihak kepada semua kalangan. Jika study tour tetap diadakan, sekolah harus memastikan bahwa tidak ada unsur pemaksaan terhadap siswa yang tidak mampu. Bahkan, akan lebih baik jika kegiatan ini ditiadakan dan digantikan dengan program lain yang lebih merata manfaatnya serta tidak membebani wali murid.
Pendidikan seharusnya inklusif dan tidak boleh menjadi ajang yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu secara finansial. Jangan sampai kegiatan seperti study tour justru menciptakan kesenjangan sosial di lingkungan sekolah.
Penulis : Muhamad Sarman