Tampilkan postingan dengan label hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum. Tampilkan semua postingan

Opini: Pendidik yang Korupsi Dana BOS, Pengkhianat Masa Depan Bangsa


Suarakyat, (Kamis 22/3/2025) - Ketika seorang pendidik yang seharusnya menjadi teladan justru tersangkut kasus korupsi dana BOS, kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan semakin runtuh. Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sejatinya adalah anggaran yang diperuntukkan bagi kelancaran proses belajar-mengajar di sekolah, terutama untuk membantu siswa yang kurang mampu agar tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, ketika dana ini justru disalahgunakan oleh oknum yang berkepentingan, dampaknya sangat besar: murid menjadi korban, kualitas pendidikan menurun, dan moral bangsa terancam.

Ironisnya, korupsi di dunia pendidikan bukanlah kasus baru. Peristiwa ini terjadi hampir di berbagai daerah, dengan modus yang beragam—dari mark-up pengadaan barang, pemotongan dana, hingga laporan fiktif. Jika para pendidik yang seharusnya membentuk karakter anak bangsa justru mengajarkan praktik curang, lalu kepada siapa lagi kita bisa berharap?

Korupsi dana BOS bukan sekadar tindakan mencuri uang negara, tetapi juga merampas hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Pendidikan adalah investasi jangka panjang suatu bangsa, dan ketika uangnya dikorupsi, dampaknya tidak hanya terasa hari ini tetapi juga di masa depan.

Masyarakat harus semakin kritis dan tidak diam terhadap kasus-kasus semacam ini. Pemerintah dan lembaga terkait juga harus lebih tegas dalam mengawasi serta memberi hukuman yang berat kepada para pelaku. Jika seorang pendidik yang berkhianat kepada amanahnya tetap dibiarkan, maka kita sedang menggali jurang kehancuran bagi generasi mendatang.

Kepercayaan terhadap dunia pendidikan harus tetap dijaga, tetapi itu hanya bisa terjadi jika ada transparansi, akuntabilitas, dan sanksi tegas bagi mereka yang mencoreng nama baik profesi pendidik. Jika para guru jujur dan bertanggung jawab, maka harapan akan pendidikan yang lebih baik masih bisa terwujud. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, maka kita harus bersiap menghadapi masa depan yang lebih suram.

Sebagai rakyat biasa, kami hanya bisa mengelus dada ketika melihat semakin banyak oknum pendidik yang terjerat kasus korupsi dana BOS. Setiap kali ada berita atau unggahan di media sosial yang mengungkap praktik curang ini, rasa kecewa dan prihatin semakin dalam. Bagaimana mungkin dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan justru disalahgunakan oleh mereka yang seharusnya menjadi contoh moral bagi anak didiknya?

Dana BOS adalah bentuk kepedulian negara agar sekolah dapat berjalan tanpa membebani orang tua siswa. Namun, ketika dana ini dikorupsi, dampaknya sangat luas. Sekolah kekurangan fasilitas, anak-anak kehilangan kesempatan belajar yang layak, dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan semakin luntur.

Lebih menyedihkan lagi, kasus ini seakan menjadi fenomena yang terus berulang. Modusnya bermacam-macam, mulai dari mark-up harga barang, laporan fiktif, hingga pemotongan dana yang seharusnya untuk operasional sekolah. Yang lebih ironis, terkadang mereka yang seharusnya mengajarkan kejujuran justru menjadi pelaku kecurangan.

Rakyat kecil hanya bisa menyaksikan dan bertanya-tanya, ke mana perginya keadilan? Apakah pendidikan kita hanya menjadi ajang mencari keuntungan bagi segelintir orang yang tamak? Jika di dunia pendidikan saja korupsi merajalela, bagaimana kita bisa berharap masa depan anak-anak bangsa akan lebih baik?

Kami hanya berharap ada ketegasan dari pemerintah dan aparat hukum untuk menindak tegas para pelaku. Jika dibiarkan terus terjadi, rakyat akan semakin kehilangan kepercayaan. Bukan hanya terhadap dunia pendidikan, tetapi juga terhadap sistem keadilan yang seharusnya melindungi hak-hak mereka.
Penulis : MSar. 


Suka Tidak Suka, Indonesia Banyak Korupsi: "Mari Kita Akhiri


Korupsi di Indonesia sudah seperti penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Dari level atas hingga bawah, praktik suap, penggelapan, dan penyalahgunaan wewenang terus terjadi, seolah menjadi bagian dari budaya. Suka atau tidak, inilah realitas yang kita hadapi.

Namun, apakah kita hanya bisa pasrah? Tentu tidak. Perubahan harus dimulai dari kesadaran individu dan keberanian untuk bersikap jujur. Pendidikan antikorupsi perlu ditanamkan sejak dini, sistem hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan masyarakat harus lebih aktif mengawasi serta melaporkan praktik korupsi di sekitarnya.

Memang, memberantas korupsi bukan perkara mudah. Banyak yang diuntungkan dari sistem yang korup, dan mereka tentu tidak akan tinggal diam. Tetapi jika rakyat bersatu, pemerintah berkomitmen, dan hukum benar-benar tegak, masih ada harapan untuk perubahan.

Jangan lagi kita hanya mengeluh dan mengutuk. Saatnya bertindak, sekecil apa pun langkah kita. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Jika bukan kita, siapa lagi?

Korupsi di Indonesia sering kali seperti siklus api yang membara sejenak, lalu padam sebelum benar-benar membakar akar masalahnya.

Ketika ada kasus korupsi besar terungkap, perhatian publik langsung tersedot. Media ramai memberitakan, rakyat marah, dan tuntutan keadilan menggema di mana-mana. Namun, seperti pola yang sudah sering terjadi, tak lama kemudian muncul isu lain—entah itu skandal baru, kontroversi politik, atau sensasi selebriti—yang akhirnya mengalihkan fokus masyarakat.

Sementara itu, para pelaku korupsi justru mendapatkan "pemadam" LEntah lewat hukuman ringan, potongan masa tahanan, atau bahkan bebas dengan dalih kesehatan. Masyarakat yang tadinya marah pun perlahan lupa, hingga akhirnya kasus besar yang dulu menghebohkan lenyap begitu saja.

Inilah salah satu alasan mengapa korupsi terus berulang. Hukuman yang tidak menimbulkan efek jera, pengawasan yang lemah, serta masyarakat yang mudah dialihkan perhatiannya membuat para koruptor merasa aman untuk terus bermain dalam lingkaran korupsi.

Jika kita ingin benar-benar mengakhiri korupsi, maka kita harus berhenti menjadi bangsa yang mudah lupa. Kita harus tetap mengawal kasus-kasus yang ada, mendesak keadilan ditegakkan, dan menolak untuk teralihkan oleh isu-isu yang sengaja diciptakan untuk mengaburkan perhatian publik.

Api kemarahan terhadap korupsi seharusnya tidak hanya menyala sesaat, tapi terus berkobar hingga membakar habis sistem yang mendukungnya. Jangan biarkan pemadam itu bekerja lagi!

Di satu sisi, ada mereka yang masih percaya pada keadilan, memuja hukum, dan berharap pada pemimpin. Mereka ingin perubahan, tetapi sering kali terjebak dalam ilusi bahwa sistem yang ada akan menyelesaikan masalah. Namun, kenyataannya, korupsi terus merajalela, dan kepercayaan mereka justru dimanfaatkan oleh para penguasa yang bermain dalam lingkaran korupsi.

Di sisi lain, ada oposisi—mereka yang sadar dan menolak sistem korup. Namun, mereka tidak memiliki cukup kekuatan untuk benar-benar melawan. Suara mereka sering kali dibungkam, upaya mereka dilemahkan, dan akhirnya, mereka pun pasrah karena merasa tak berdaya.

Inilah dilema yang membuat korupsi sulit diakhiri. Rakyat berada di antara harapan dan ketidakberdayaan. Sementara itu, para pelaku korupsi terus bermain di antara dua sisi ini, memanfaatkan kepercayaan sebagian rakyat dan menekan yang berani melawan.

Jika kita ingin keluar dari lingkaran ini, rakyat harus bersatu. Kesadaran saja tidak cukup—perlu tindakan nyata, keberanian, dan keteguhan dalam mengawal keadilan. Selama masih ada yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang "biasa" atau bahkan membela pelaku dengan berbagai alasan, maka perubahan akan semakin sulit.

Bukan hal yang mudah, tapi bukan berarti mustahil. Jika kita tidak bisa melawan secara langsung, setidaknya kita bisa mulai dari hal kecil: menolak suap, berani berbicara, mendukung transparansi, dan tidak mudah terbuai dengan janji-janji manis.

Perubahan tidak akan datang dari atas, tapi dari kesadaran dan keberanian rakyat itu sendiri.
Penulis : Muhamad Sarman







Polres Boyolali Tindak 107 Pemotor yang Langgar Lalu Lintas Usai Sahur


Boyolali – Polres Boyolali terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga ketertiban lalu lintas dengan menggelar operasi gabungan skala besar pada Minggu pagi (16/3/2025) di Kecamatan Ngemplak. Operasi ini merupakan respons terhadap keluhan masyarakat terkait maraknya pelanggaran lalu lintas, terutama penggunaan knalpot bising dan pelanggaran kasat mata lainnya.

Patroli ini dipimpin langsung oleh Kasat Lantas Polres Boyolali, AKP Susilo Eko Nurwardani, bersama Kapolsek Ngemplak, AKP Widarto, serta sejumlah perwira pengendali. Operasi melibatkan personel gabungan dari Satlantas, Satsamapta, dan Polsek Ngemplak dengan tujuan menindak tegas pelanggar serta menjaga ketertiban masyarakat.

Sebelum patroli dimulai, seluruh personel mengikuti apel yang dipimpin oleh AKP Susilo Eko Nurwardani. Dalam arahannya, ia menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam penindakan serta mengutamakan keselamatan petugas di lapangan.

Selama operasi, petugas menindak sebanyak 107 pengendara yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Dari jumlah tersebut, 39 pengendara disita surat-surat kendaraannya, sementara 68 unit sepeda motor diamankan karena menggunakan knalpot tidak standar.

Kapolsek Ngemplak, AKP Widarto, menegaskan bahwa operasi ini merupakan langkah strategis dalam menciptakan kondisi yang aman dan nyaman bagi masyarakat. "Kami akan terus berkoordinasi dan bersinergi dengan berbagai unit kepolisian guna menjaga ketertiban, terutama di bulan Ramadan ini," ujarnya.

Kapolres Boyolali, AKBP Rosyid Hartanto, mengapresiasi langkah jajarannya dalam menertibkan lalu lintas. Ia menegaskan bahwa operasi ini merupakan tindak lanjut dari laporan warga terkait gangguan akibat suara bising dari knalpot tidak standar.

"Kami akan terus melakukan penertiban agar masyarakat dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk tanpa terganggu oleh kebisingan kendaraan," tegas Kapolres.

Dengan adanya patroli skala besar ini, diharapkan kesadaran masyarakat dalam mematuhi peraturan lalu lintas semakin meningkat, serta mendukung upaya kepolisian dalam menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif di Kabupaten Boyolali.

Pewarta : Jiyono, PS
Editor : MSar






Rakyat mendukung, Presiden Prabowo, lebih blak-blakan dalam proses penegakan hukum,

Gambar: Jaksa Agung ST Burhanudin, (dilansir dari Kompas.com) 

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto punya gaya berbeda dibandingkan Presiden ketujuh Joko Widodo dalam menyikapi kasus korupsi. Burhanuddin mengatakan, Prabowo merupakan sosok yang lebih blak-blakan dalam proses penegakan hukum, terutama dalam kasus korupsi. 

"Kalau Pak Prabowo kan ‘tokleh’ gitu, kalau bahasa Jawa itu apa ya, apa adanya, ‘yuk’, gitu, blak-blakan lah,” ujar Burhanuddin dalam program Gaspol! Kompas.com, Jumat (14/3/2025).

Sementara, Burhanuddin menilai Jokowi justru lebih kalem dibandingkan penerusnya saat menemui kasus korupsi.

Sebagai rakyat kecil ikut menanggapi ungkapan Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut begini:  Sebagai masyarakat, tanggapan terhadap pernyataan Jaksa Agung ini bisa beragam, tergantung sudut pandang masing-masing. 

Beberapa kemungkinan respons yang pas adalah:
1. Optimistis dan Mendukung, Jika memang Prabowo lebih blak-blakan dalam penegakan hukum, tentu masyarakat berharap ada gebrakan nyata dalam pemberantasan korupsi. Tidak sekadar retorika, tetapi benar-benar menindak para koruptor tanpa pandang bulu.

2. Skeptis dan Menunggu Bukti, Janji dan pernyataan tegas soal korupsi sering kali disampaikan di awal pemerintahan, tetapi realisasinya tidak selalu sesuai harapan. Masyarakat bisa bersikap menunggu dan melihat apakah benar ada perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi di era Prabowo.

3. Kritik Konstruktif, Blak-blakan saja tidak cukup tanpa tindakan nyata. Masyarakat bisa meminta agar Kejaksaan Agung dan pemerintah membuktikan komitmennya dengan menindak kasus-kasus besar yang selama ini masih menggantung atau seolah dilindungi.

4. Mewaspadai Potensi Politisasi, Harus tetap waspada agar penegakan hukum tidak dijadikan alat politik untuk melemahkan lawan atau melindungi kelompok tertentu. Independensi aparat hukum sangat penting agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.

Sebagai rakyat biasa, yang terpenting adalah terus mengawasi dan mengkritisi agar penegakan hukum benar-benar berjalan adil dan tidak hanya menjadi wacana. (Penulis: MSar/Anggota LPK Trankonmasi) 



Kasus Pertamina Menjadi Bola Panas

Gambar sumber:Kompascom

SuaRakyat - Ahok mengaku terkejut setelah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding dan KKKS tahun 2018-2023. Dia mengatakan banyak hal yang ternyata tidak dia ketahui sebelumnya setelah mendengar pertanyaan dari penyidik.

Hal ini menarik karena sebagai mantan Komisaris Utama Pertamina, seharusnya dia memiliki pemahaman mengenai kebijakan dan pengelolaan perusahaan. Namun, pengakuannya menunjukkan bahwa ada kemungkinan ketidakterbukaan atau mekanisme yang tidak melibatkan komisaris dalam beberapa keputusan strategis.

Pernyataan Ahok ini menunjukkan bahwa ada praktik di dalam Pertamina yang mungkin tidak sepenuhnya transparan, bahkan bagi komisaris utama sekalipun. Jika benar ada fraud atau transfer mencurigakan yang baru diketahuinya saat diperiksa, berarti ada mekanisme pengelolaan yang tidak berjalan dengan baik atau bahkan ada upaya untuk menyembunyikan informasi dari jajaran komisaris.

Ini juga bisa menandakan bahwa dalam perusahaan sebesar Pertamina, ada kemungkinan oknum-oknum tertentu yang memainkan peran di belakang layar tanpa sepengetahuan pihak-pihak yang seharusnya mengawasi. Jika dugaan ini benar, kasus ini bisa semakin membesar dan menyeret lebih banyak pihak.

Kalau melihat skala kasus ini—melibatkan tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding dan KKKS selama 2018-2023—bukan tidak mungkin akan menyeret banyak pihak, baik dari internal Pertamina, kontraktor, maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Biasanya, dalam kasus korupsi di sektor energi, ada jaringan yang cukup luas, mulai dari pejabat di dalam perusahaan, penyedia jasa atau kontraktor, hingga kemungkinan keterlibatan pihak pemerintahan atau regulator. Jika benar ada fraud dan transfer mencurigakan, pasti ada aliran uang yang perlu ditelusuri lebih lanjut.

Kasus ini bisa jadi bola panas, tergantung seberapa serius aparat penegak hukum menanganinya. Jika diusut tuntas, bisa menyeret banyak nama besar. Tapi kalau hanya jadi "pengalihan isu" atau ada kepentingan tertentu, bisa saja berhenti di level tertentu tanpa menyentuh aktor utama.

Ya, harapan masyarakat tentu kasus ini diusut tuntas dan tidak berhenti di level bawah saja. Pertamina adalah perusahaan strategis yang mengelola sumber daya besar, sehingga jika ada korupsi di dalamnya, dampaknya sangat luas—mulai dari kerugian negara hingga kenaikan harga BBM yang akhirnya membebani rakyat.

Tapi kita juga tahu, sering kali kasus besar seperti ini justru berakhir tanpa kejelasan atau hanya menjadikan beberapa orang sebagai kambing hitam. Semoga kali ini berbeda, dan ada keberanian dari aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan korupsi di dalamnya.

Kalau benar banyak pihak yang terlibat, bisa jadi ini momentum untuk reformasi besar-besaran di Pertamina. Kita lihat saja bagaimana kelanjutannya. Semoga tidak hanya jadi drama sesaat yang kemudian hilang tanpa jejak.(Sumber: Kompas.com - MSar) 








16 tahun Jadi buron Kasus Korupsi, Eks Kades Desa Teras Boyolali di tangkap



Mantan Kepala Desa Teras, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Maryoto (55), yang menjadi buronan selama 16 tahun, telah ditangkap oleh tim Kejaksaan Negeri Boyolali di Kota Bandar Lampung. 


Maryoto terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan tanah kas Desa Teras pada periode 2003-2006. Pada 11 September 2008, Pengadilan Negeri Boyolali menjatuhkan vonis penjara 1 tahun 2 bulan, denda Rp75 juta subsider 2 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp37 juta. 


Maryoto mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi Semarang pada 20 Januari 2009 justru memperberat hukuman menjadi 2 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp19.355.875 subsider 1 bulan kurungan. 


Setelah Mahkamah Agung menolak kasasinya pada November 2009, Maryoto menghilang dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 2017. Upaya penangkapan sebelumnya terkendala karena Maryoto tidak memiliki e-KTP, sehingga sulit dilacak. 


Setelah penangkapan, Maryoto dibawa ke Boyolali dan dieksekusi ke Rumah Tahanan (Rutan) Boyolali untuk menjalani hukuman sesuai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Tito Berterimakasih di Laporkan ke KPK, Ini Bagian Dari Pengawasan

 


Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan bahwa penunjukan PT Lembah Tidar Indonesia sebagai penyelenggara retret kepala daerah di Magelang didasarkan pada pertimbangan kapasitas dan pengalaman perusahaan tersebut dalam mengelola acara serupa. 


Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menambahkan bahwa tidak mudah mencari tempat yang dapat mengakomodasi 503 kepala daerah, dan berkaca pada retret para menteri yang diadakan sebelumnya di tempat yang sama, lokasi tersebut dinilai cocok untuk mengadakan retret pembekalan kepala daerah yang akan dilantik. 


Terkait laporan dugaan korupsi, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan Mendagri Tito Karnavian ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyalahgunaan anggaran dalam penyelenggaraan retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. Laporan tersebut diajukan pada 28 Februari 2025. 


Menanggapi laporan tersebut, pihak Istana melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa PT Lembah Tidar Indonesia mengelola dana retret atas perintah Presiden Prabowo Subianto dan menegaskan bahwa perusahaan tersebut bukan milik kader Partai Gerindra. 


Hingga saat ini, KPK belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan tersebut.