Ketika Pemerasan Menjadi Alat Teror Berkedok Profesi

Gambar: llustrasi

Pemerasan adalah kejahatan, bukan bentuk kontrol sosial. Ironisnya, di tengah maraknya pemberitaan tentang kepala desa yang mengeluhkan pemerasan oleh oknum LSM atau wartawan, muncul pertanyaan besar: mengapa mereka mau diperas? Jika memang tak ada kesalahan, kenapa takut? Kenapa harus memberikan uang?

Fenomena ini mencerminkan dua sisi persoalan. Pertama, adanya oknum-oknum yang menyalahgunakan label profesi terhormat seperti LSM atau jurnalis sebagai tameng untuk menakut-nakuti. Mereka memanfaatkan celah hukum dan keraguan korban untuk melancarkan aksinya. Kedua, bisa jadi, ada kepala desa yang sebenarnya menyimpan "dosa administrasi", dan takut jika hal tersebut dibongkar ke publik, sekalipun kesalahannya sepele.

Namun, ada juga kepala desa yang benar-benar bersih tapi tetap takut karena trauma menghadapi tekanan publik atau media. Alih-alih melapor atau melawan, mereka memilih “damai” dengan cara menyuap si pemeras. Inilah awal dari lingkaran setan yang merusak citra kedua pihak: lembaga desa dan profesi LSM/wartawan itu sendiri.

Akibatnya, bukan hanya individu yang rusak namanya, tapi seluruh organisasi yang dinaungi oknum tersebut ikut tercoreng. Kepercayaan publik pun terkikis. Maka, sudah saatnya negara, masyarakat, dan media yang sehat bersatu untuk melawan praktik pemerasan berkedok profesi. Lapor! Jangan takut jika merasa benar. Dan bagi para pemeras, sadarilah: kebebasan bukan untuk disalahgunakan, karena pada akhirnya, kebenaran akan menang, dan topeng akan jatuh.( Muhamad Sarman

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Add Comments


EmoticonEmoticon