HALAL BI HALAL: Antara Tradisi, Budaya, dan Esensi

HALAL BI HALAL: Antara Tradisi, Budaya, dan Esensi

Bulan Syawal selalu hadir membawa nuansa hangat dan haru. Setelah sebulan penuh menahan lapar, haus, dan hawa nafsu, tibalah momen kemenangan yang disambut dengan penuh suka cita. Tak hanya lebaran sebagai hari raya, tetapi juga sebagai tradisi yang khas di negeri ini: "halal bi halal."

Saking membudayanya, halal bi halal seakan menjadi "ritual" sosial yang dinanti-nanti. Hampir di setiap sudut negeri, dari desa hingga kota, momen ini digelar dengan semarak dan beragam kemasan. Ada yang dikemas dalam bentuk temu kangen antar keluarga besar, reuni sekolah, Ormas, bahkan komunitas RT/RW. 

Dalam halal bi halal ada yang membalutnya dengan sajian campursari, dangdutan, pengajian akbar, bahkan gelaran wayang kulit, Semua itu bertajuk satu yaitu "halal bi halal."

Namun di balik segala bentuk dan kemasan yang meriah itu, mungkin kita perlu sejenak menengok ke belakang—apa sebenarnya makna halal bi halal itu sendiri?

Secara bahasa, “halal bi halal” tidak ditemukan dalam kaidah tata bahasa Arab secara baku. Namun, istilah ini tumbuh dan hidup dalam budaya Indonesia. Konon cerita sejarahnya istilah ini diperkenalkan oleh KH. Wahab Hasbullah pada masa Presiden Soekarno, sebagai jalan untuk merekatkan kembali hubungan antarelite politik yang bersitegang dan tengah renggang. Sejak saat itu, istilah ini menjadi populer sebagai ajang saling memaafkan dan mempererat silaturahmi, khususnya selepas Idulfitri.

Dalam konteks maknawi, halal bi halal bermakna saling menghalalkan, saling memaafkan, menyambung yang putus, dan merajut kembali jalinan hati. Ia bukan sekadar berjabatan tangan, bukan pula sekadar acara makan-makan atau hiburan semata. Ia adalah ruang batin untuk melepas dendam, mengikis ego, dan menumbuhkan kembali rasa cinta antar sesama.

Ironisnya, kadang dalam kemasan yang semakin variatif dan meriah, makna ini justru memudar. Ia berubah menjadi sekadar formalitas tahunan, panggung pencitraan, atau ajang sosialita yang jauh dari nilai spiritual yang dulu menjadi ruh utamanya.

Karenanya, momen halal bi halal seharusnya tidak hanya dirayakan dalam bentuk fisik semata, tapi juga diselami maknanya. Ia menjadi panggilan untuk kembali menjadi manusia seutuhnya—yang tahu bagaimana memberi maaf, dan tahu bagaimana meminta maaf.

Mari kita jaga tradisi ini tetap hidup, bukan hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai penanda keindahan akhlak bangsa. Karena halal bi halal, sejatinya adalah cermin bagaimana kita menjalin kembali yang sempat terputus, dalam keluarga, dalam masyarakat, dan bahkan dalam bangsa ini. Selamat Syawalan, mari saling memaafkan, dari hati ke hati.

Ketika Pemerasan Menjadi Alat Teror Berkedok Profesi

Gambar: llustrasi

Pemerasan adalah kejahatan, bukan bentuk kontrol sosial. Ironisnya, di tengah maraknya pemberitaan tentang kepala desa yang mengeluhkan pemerasan oleh oknum LSM atau wartawan, muncul pertanyaan besar: mengapa mereka mau diperas? Jika memang tak ada kesalahan, kenapa takut? Kenapa harus memberikan uang?

Fenomena ini mencerminkan dua sisi persoalan. Pertama, adanya oknum-oknum yang menyalahgunakan label profesi terhormat seperti LSM atau jurnalis sebagai tameng untuk menakut-nakuti. Mereka memanfaatkan celah hukum dan keraguan korban untuk melancarkan aksinya. Kedua, bisa jadi, ada kepala desa yang sebenarnya menyimpan "dosa administrasi", dan takut jika hal tersebut dibongkar ke publik, sekalipun kesalahannya sepele.

Namun, ada juga kepala desa yang benar-benar bersih tapi tetap takut karena trauma menghadapi tekanan publik atau media. Alih-alih melapor atau melawan, mereka memilih “damai” dengan cara menyuap si pemeras. Inilah awal dari lingkaran setan yang merusak citra kedua pihak: lembaga desa dan profesi LSM/wartawan itu sendiri.

Akibatnya, bukan hanya individu yang rusak namanya, tapi seluruh organisasi yang dinaungi oknum tersebut ikut tercoreng. Kepercayaan publik pun terkikis. Maka, sudah saatnya negara, masyarakat, dan media yang sehat bersatu untuk melawan praktik pemerasan berkedok profesi. Lapor! Jangan takut jika merasa benar. Dan bagi para pemeras, sadarilah: kebebasan bukan untuk disalahgunakan, karena pada akhirnya, kebenaran akan menang, dan topeng akan jatuh.( Muhamad Sarman

Antara KUD dan Harapan Baru Koperasi Merah Putih

Antara KUD dan Harapan Baru Koperasi Merah Putih

Suwarakita.com (9/4/2025) Koperasi Unit Desa (KUD) memiliki sejarah panjang dalam mendukung roda perekonomian desa Indonesia. Bermula dari Koperta (Koperasi Pertanian) yang dibentuk pada tahun 1963, lalu bertransformasi menjadi Badan Usaha Unit Desa (BUUD) pada 1966-1967, dan akhirnya dikenal sebagai KUD. Lembaga ini sempat menjadi tulang punggung ekonomi desa, menyediakan kredit, sarana produksi pertanian, hingga membantu pemasaran hasil panen petani.

Namun, dalam perjalanan panjang KUD ada dugaan tidak selalu mulus. Banyak dugaan penyimpangan dan praktik korupsi yang menyelimuti tubuh KUD dari waktu ke waktu. Ibarat pepatah "air susu dibalas air tuba," lembaga yang seharusnya menyejahterakan rakyat kecil justru kerap menjadi ladang bancakan oknum yang tak bertanggung jawab. Berbagai kasus penyalahgunaan dana, manipulasi laporan keuangan, hingga praktik nepotisme membuat kepercayaan publik terhadap KUD terus menurun.

Kini, pemerintah mencoba memperbaiki citra dan fungsi koperasi melalui peluncuran Koperasi Merah Putih —sebuah inisiatif baru yang digagas dan digadang-gadang lebih profesional, transparan, dan terintegrasi dengan sistem digitalisasi modern. Kehadirannya membawa harapan baru di tengah keraguan lama.

Pertanyaannya: apakah Koperasi Merah Putih mampu belajar dari sejarah panjang KUD? Ataukah hanya akan menjadi wajah baru dari sistem lama yang dibungkus janji-janji manis?

Masyarakat tentu sangat berharap besar. Namun, harapan saja tidaklah cukup. Diperlukan pengawasan ketat, transparansi dalam manajemen, dan keterlibatan aktif masyarakat desa agar koperasi ini benar-benar berpihak kepada rakyat kecil, bukan sekadar menjadi alat politik atau proyek pencitraan.

Karena pada akhirnya, koperasi yang sehat adalah cerminan dari komitmen bersama untuk keadilan ekonomi. Dan semangat gotong royong yang sekarang ini memudar, semga baik sa tumbuh lagi menjadi akar koperasi sejatinya yang harus tetap hidup—bukan hanya dalam gembar gembornya slogan, tetapi dalam praktek tindakan yang nyata. Salam akal waras, semoga Koprasi Merah Putih berhasil merubah ekonomi rakyat pedesaan. (MSar

Saatnya Memberi Sorotan Layak untuk Petani, Buruh, dan Nelayan

Gambar: Ilustrsi Petani

Suwarakita.com, (9/4/2025) - Setiap kali kita membuka gawai dan berselancar di media sosial, yang muncul mayoritas adalah kabar tentang orang-orang hebat: tokoh sukses, selebritas, pengusaha muda, atau pejabat publik. Jarang sekali kita disuguhi informasi tentang petani, buruh, dan nelayan—tiga pilar penting dalam kehidupan bangsa. Seolah-olah peran mereka tidak cukup layak untuk diberitakan, apalagi diapresiasi.

Padahal, tanpa petani, kita tidak bisa makan nasi. Tanpa buruh, roda industri tak akan berputar. Tanpa nelayan, kita kehilangan sumber protein laut yang penting. Mereka adalah tulang punggung ekonomi kerakyatan. Namun dalam hiruk-pikuk informasi hari ini, suara mereka tenggelam.

Minimnya sorotan media terhadap petani, buruh, dan nelayan bukan berarti mereka tidak memiliki kisah inspiratif. Justru sebaliknya, banyak di antara mereka yang bekerja keras dengan segala keterbatasan demi menghidupi keluarga dan memberi kontribusi nyata bagi bangsa. Sayangnya, perjuangan itu jarang diangkat menjadi narasi publik yang membanggakan.

Mereka menghadapi berbagai tantangan berat: keterbatasan modal, akses pasar yang terbatas, perubahan iklim, dan fluktuasi harga yang seringkali tak menentu. Belum lagi kebijakan yang tidak berpihak, serta sistem distribusi yang merugikan posisi mereka sebagai produsen utama.

Maka, sudah waktunya media dan masyarakat mengubah cara pandang. Mari beri ruang lebih besar bagi berita tentang mereka. Sorotan positif bisa memberi dampak besar, tidak hanya membangkitkan semangat, tetapi juga mendorong kebijakan yang lebih adil.

Media sosial, blog, dan media online memiliki peran strategis dalam mengangkat suara mereka. Kisah petani yang berhasil mengembangkan pertanian organik, buruh yang gigih memperjuangkan haknya, atau nelayan yang berinovasi dengan teknologi ramah lingkungan—semua layak untuk diangkat dan dibanggakan.

Karena sejatinya, yang hebat bukan hanya mereka yang tampil di layar kaca atau headline berita. Petani, buruh, dan nelayan adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang setiap harinya memastikan kita tetap bisa makan, bekerja, dan hidup. (MSar) 

Mari Jadikan Momen Idul Fitri 1446 H ini Sebagai Awal Untuk Memulai Melawan Ketakutan.

Gambar: Keluarga besar Muhamad Sarman, dalam Momen Idul Fitri 1446 H

Suwarakita.com (1/4/2025) - Ketakutan adalah bagian alami dari kehidupan, tetapi jika tidak dihadapi, ketakutan bisa menjadi penghalang bagi pertumbuhan dan kesuksesan. 

Gambar: Muhamad Sarman & Diyatini, Mengucapkan Selamat Idul Fitri 1446 H, Mohon Maaf Lahir&batin

Ada beberapa tips langkah konkret untuk melawan ketakutan dan membangun keberanian:
1. Kenali dan Akui Ketakutan, Sadari apa yang membuat kita takut. Tuliskan ketakutan tersebut secara spesifik agar lebih mudah dianalisis.

2. Pahami Akar Ketakutan, Apakah ketakutan itu muncul karena pengalaman buruk di masa lalu, kurangnya kepercayaan diri, atau sekadar ketakutan akan hal yang belum diketahui?

3. Ambil Langkah Kecil, Jangan langsung menghadapi ketakutan dalam skala besar. Mulailah dengan langkah-langkah kecil. Misalnya, jika takut berbicara di depan umum, coba latihan berbicara di depan cermin atau dengan teman terlebih dahulu.

4. Ganti Pikiran Negatif dengan Pikiran Positif, Ubah pola pikir dari “Saya tidak bisa” menjadi “Saya akan mencoba dan belajar.” Fokus pada kemungkinan sukses, bukan kegagalan.

5. Hadapi dan Lakukan, Semakin sering kita menghindari ketakutan, semakin besar ia tumbuh. Sebaliknya, semakin sering kita menghadapinya, semakin kecil ketakutan itu terasa.

6. Belajar dari Kesalahan, Jangan takut gagal. Anggap kegagalan sebagai pengalaman belajar yang membantu kita menjadi lebih baik.

7. Kelilingi Diri dengan Dukungan Positif, Bergaul dengan orang-orang yang mendukung dan memberi semangat akan membantu kita merasa lebih berani.

8. Visualisasikan Kesuksesan, Bayangkan diri kita berhasil mengatasi ketakutan itu. Teknik ini bisa meningkatkan rasa percaya diri.

9. Gunakan Teknik Relaksasi, Latihan pernapasan, meditasi, atau olahraga ringan dapat membantu mengurangi kecemasan saat menghadapi ketakutan.

10. Terus Berlatih dan Bersabar, Keberanian tidak datang dalam semalam. Dibutuhkan latihan dan konsistensi agar semakin kuat dalam menghadapi ketakutan.

Dengan momen  Idul Fitri 1446 H ini mari kita menerapkan langkah-langkah uraian penjelasan diatas poin 1 sampai dengan poin 10, karena di momen ini bukan tidak mungkin kita bakal bertemu dengan orang orang baru yang sebelumnya tidak kita kenal.

Dan kita juga bertemu dengan kawan lama yang pulang mudik dengan serta merta ia akan bercerita tentang kesuksesan mereka, Nah, disaat itulah mari kita uji diri kita untuk menghadapi rasa takut dan minder, dalam menanggapi ceritanya. 

Insya Allah kita bisa mulai membangun keberanian secara bertahap dan melangkah menuju kehidupan yang lebih bebas dari rasa takut, terutama takut  berpendapat, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H Semoga kita semua mendapatkan berkahNya. 
(Penulis: MSar) 



Opini: Jangan Hanya Menyoroti Ormas, Siapa Saja yang Minta THR ke Perusahaan?




Belakangan ini, muncul berbagai pemberitaan yang menyoroti organisasi masyarakat (ormas) dan LSM yang diduga meminta Tunjangan Hari Raya (THR) kepada perusahaan. Narasi yang berkembang seolah-olah hanya oknum dari kelompok ini yang melakukan praktik tersebut. Namun, jika kita berpikir lebih luas dan realistis, benarkah hanya ormas yang melakukan hal ini?

Dalam praktiknya, permintaan THR tidak selalu datang dari ormas atau LSM saja. Lembaga atau instansi yang memiliki hubungan erat dengan perusahaan juga bisa terlibat dalam praktik serupa. Misalnya, ada dugaan bahwa oknum di instansi tertentu yang sering berurusan dengan perusahaan—baik dari sektor perizinan, pengawasan, atau pelayanan publik—juga ikut ‘memanfaatkan momen’ menjelang hari raya.

Jika kita ingin memberantas praktik ini secara adil, maka tidak bisa hanya menyudutkan satu kelompok saja. Pemerintah, masyarakat, dan media perlu mengedepankan transparansi dan menyoroti semua pihak yang terlibat dalam kebiasaan ini. Jika memang ada pelanggaran hukum atau etika, siapapun yang terlibat harus mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Persoalannya, apakah ada keberanian dari pihak perusahaan untuk menolak permintaan THR yang datang dari oknum instansi yang keberadaannya sangat vital bagi perusahaan? Ini menjadi dilema besar, karena sering kali perusahaan terjebak dalam situasi di mana menolak bisa berisiko mengganggu kelancaran operasional mereka. Inilah yang menyebabkan praktik ini terus berlangsung, karena ada ketimpangan kekuasaan yang sulit dihindari.

Yang lebih penting, perusahaan juga harus berani menolak permintaan yang tidak sesuai prosedur dan melaporkannya jika ada unsur pemaksaan. Standar Operasional Prosedur (SOP) di setiap perusahaan sudah mengatur mekanisme pemberian THR kepada karyawan, bukan kepada pihak-pihak eksternal yang tidak berhak.

Momen hari raya seharusnya menjadi ajang untuk meningkatkan solidaritas sosial, bukan kesempatan untuk membebani perusahaan dengan kewajiban di luar ketentuan yang ada. Oleh karena itu, mari bersama-sama membangun budaya yang lebih sehat dan transparan dalam hubungan antara perusahaan, lembaga, dan masyarakat. Penulis : Muhamad Sarman



Boyolali Hadir dengan Wajah Baru: Lebih Indah, Rapi, dan Ramai

Boyolali Ctg light

Boyolali, Suwarakita ( 28/3/2025) – Kabupaten Boyolali kini tampil dengan wajah baru. Melalui program Boyolali City Light, pemerintah daerah berupaya menghadirkan suasana kota yang lebih hidup, rapi, dan estetis. Program ini tidak hanya memperindah kota, tetapi juga memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, terutama bagi pelaku UMKM.

Bupati Boyolali menegaskan bahwa tujuan utama dari Boyolali City Light adalah membuat Boyolali semakin ramai dan menarik, khususnya bagi para pemudik yang kembali ke kampung halaman saat Hari Raya Idul Fitri. Dengan perubahan ini, diharapkan para perantau yang pulang dapat melihat betapa Boyolali telah berkembang pesat.

"Salah satunya kita juga pingin wajah beda nanti untuk pemudik yang masuk Boyolali. Mereka sekarang bisa lebih mengenang, ‘ooo ternyata Boyolali sekarang sudah beda, sudah indah juga sudah rapi ditata untuk UMKM-nya’," ujar Bupati.

Selain menjadi daya tarik bagi pemudik, Boyolali City Light juga diharapkan menjadi langkah awal bagi berbagai kegiatan lain yang dapat menggerakkan perekonomian daerah. Pemerintah daerah ingin memastikan bahwa perubahan ini tidak sekadar menghadirkan keindahan visual, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

"Kita pingin bikin sesuatu yang baru dulu. Penginnya nanti pertumbuhan ekonominya tentunya meningkat di Kabupaten Boyolali," pungkasnya.

Dengan hadirnya Boyolali City Light, masyarakat kini dapat menikmati suasana kota yang lebih modern tanpa kehilangan identitasnya. Boyolali bukan hanya berbeda, tetapi juga lebih maju, lebih nyaman, dan semakin membanggakan. 

HENTIKAN PREMANISME USAHA, TAPI JANGAN LUPA KOREKSI DIRI

Gambar : Amplop 

Suwarakita, [27/3/2025] – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer (Noel), dengan tegas mengecam aksi premanisme yang dilakukan oleh sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dalam memalak para pengusaha. Menurutnya, tindakan semacam ini tidak hanya merugikan dunia usaha, tetapi juga menghambat iklim investasi di Indonesia.

Namun, dalam menyikapi persoalan ini, penting bagi semua pihak untuk melihat secara lebih objektif dan berimbang. Sejarah mencatat bahwa dalam berbagai kesempatan, banyak pengusaha juga memanfaatkan ormas untuk "pengondisian" lokasi sebelum memulai usahanya. Tidak jarang, hubungan ini didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak, sehingga praktik ini menjadi sesuatu yang berlangsung secara mutual.

Maka dari itu, dalam penanganan kasus seperti ini, penting untuk tidak menggeneralisasi seluruh ormas sebagai pelaku pemalakan. Ada banyak ormas yang berperan positif dalam mendukung masyarakat dan pembangunan. Penggunaan istilah "oknum" harus lebih dikedepankan, sebagaimana kita juga menggunakan istilah tersebut dalam kasus pejabat yang korup atau pengusaha yang bermain curang.

Lebih dari sekadar menyoroti tindakan ormas tertentu, ada permasalahan yang lebih mendesak, yaitu pemberantasan korupsi yang sudah mengakar di berbagai lini. Jika korupsi bisa diberantas, maka iklim usaha yang sehat dapat terwujud, dan tidak akan ada lagi praktik-praktik yang merugikan baik bagi pengusaha maupun masyarakat.

Pemerintah diharapkan tidak hanya menindak "oknum" ormas yang melakukan pemerasan, tetapi juga memastikan regulasi usaha yang adil dan bebas dari korupsi. Dengan demikian, tidak hanya dunia usaha yang mendapatkan perlindungan, tetapi juga masyarakat luas yang ingin mencari nafkah dengan cara yang benar. 
Penulis : Muhamad Sarman. 


STUDY TOUR: ANTARA MANFAAT DAN BEBAN FINANSIAL BAGI ORANG TUA


Gambar : Mobil Bus Mainan anak

Boyolali, Suarakyat.com ( 27/3/2025) - Baru-baru ini, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifuddin, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti yang tidak melarang sekolah mengadakan study tour. Menurutnya, kegiatan ini memiliki manfaat dalam menambah pengalaman dan wawasan siswa. Namun, di sisi lain, study tour juga menjadi polemik di kalangan wali murid, terutama bagi mereka yang kondisi ekonominya kurang mapan.

Setiap kali study tour diadakan, banyak orang tua yang mengeluhkan beban finansial yang semakin berat. Kegiatan ini biasanya diselenggarakan menjelang akhir masa pendidikan, saat orang tua juga harus mempersiapkan biaya lain, seperti keperluan kelulusan atau pendaftaran ke jenjang pendidikan berikutnya. Bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak di sekolah yang berbeda, beban tersebut semakin berlipat ganda.

Selain itu, tak sedikit yang menilai bahwa study tour lebih bersifat rekreasi daripada edukasi. Jika tujuannya untuk menambah wawasan, sekolah seharusnya bisa mencari alternatif yang lebih terjangkau dan tidak memberatkan orang tua. Tidak bisa dimungkiri, ada pula anggapan bahwa kegiatan ini menjadi "lahan" bagi pihak tertentu untuk mencari keuntungan.

Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang lebih berpihak kepada semua kalangan. Jika study tour tetap diadakan, sekolah harus memastikan bahwa tidak ada unsur pemaksaan terhadap siswa yang tidak mampu. Bahkan, akan lebih baik jika kegiatan ini ditiadakan dan digantikan dengan program lain yang lebih merata manfaatnya serta tidak membebani wali murid.

Pendidikan seharusnya inklusif dan tidak boleh menjadi ajang yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu secara finansial. Jangan sampai kegiatan seperti study tour justru menciptakan kesenjangan sosial di lingkungan sekolah.
Penulis : Muhamad Sarman

Pembagian Takjil di Jl. Candi Ampel, Wujud Kepedulian Masyarakat Sambut Bulan Puasa

Pembagian Takjil di Jl. Candi Ampel, Wujud Kepedulian Masyarakat Sambut Bulan Puasa

Candi,suwarakita (26 Maret 2025) – Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan, gabungan tokoh masyarakat Desa Candi menggelar aksi sosial berupa pembagian takjil kepada pengguna jalan. Kegiatan ini berlangsung secara spontan pada Rabu (26/3) pukul 16.30 WIB di Jl. Candi Ampel.

Acara ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, antara lain Linmas Desa Candi, tokoh agama (Toga), tokoh masyarakat (Tomas), serta mahasiswa dari Samara Tungga Kaligentong Gladagsari. Dengan mengusung tema "Bersama Rakyat, TNI Kuat", sekitar 50 orang turut serta dalam kegiatan yang bertujuan untuk berbagi kebahagiaan kepada sesama.

Selain membagikan takjil kepada para pengguna jalan, kegiatan ini juga menjadi ajang silaturahmi dan bentuk kepedulian sosial terhadap masyarakat yang sedang menjalankan ibadah puasa. Para peserta berharap kegiatan semacam ini dapat terus dilakukan di tahun-tahun mendatang untuk mempererat kebersamaan dan semangat gotong royong di tengah masyarakat.

Salah satu tokoh masyarakat yang hadir menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan wujud nyata kepedulian terhadap sesama, khususnya bagi mereka yang masih berada di perjalanan saat waktu berbuka puasa tiba.

"Kami berharap kegiatan seperti ini dapat terus dilakukan dan menjadi inspirasi bagi masyarakat lain untuk saling berbagi dan peduli," ujarnya.

Dengan semangat kebersamaan, acara pembagian takjil ini berlangsung dengan lancar dan penuh kehangatan. Masyarakat yang menerima takjil pun tampak antusias dan berterima kasih atas kepedulian yang diberikan.
Editor : Muhamad Sarman

Timnas Indonesia Taklukkan Bahrain 1-0, Ole Romeny Jadi Penentu Kemenangan

Skuad Garuda Indonesia usai taklukan Bahrain 1 - 0

Jakarta, suwarakita (25 Maret 2025) – Timnas Indonesia meraih kemenangan penting dengan skor tipis 1-0 atas Bahrain dalam pertandingan kedelapan Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia putaran ketiga. 

Bertanding di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa malam, Garuda memastikan tiga poin berkat gol tunggal yang dicetak oleh Ole Romeny di babak pertama.

Sejak menit awal, Indonesia tampil percaya diri di hadapan pendukungnya sendiri. Tekanan tinggi yang diterapkan skuad asuhan pelatih  Patrick Kluivert membuahkan hasil ketika Ole Romeny sukses memanfaatkan peluang emas dan mencetak gol yang menjadi satu-satunya pembeda dalam laga ini.

Bahrain mencoba bangkit di babak kedua dengan meningkatkan intensitas serangan, tetapi solidnya lini pertahanan Indonesia membuat mereka kesulitan menembus kotak penalti. Penampilan gemilang kiper Indonesia juga berperan penting dalam menjaga keunggulan hingga peluit panjang berbunyi.

Dengan hasil ini, Indonesia tetap berada di posisi keempat klasemen sementara Grup C dengan koleksi sembilan poin. Garuda hanya terpaut satu poin dari Arab Saudi yang berada di posisi ketiga dan empat poin dari Australia di peringkat kedua.

Perjuangan Indonesia masih panjang, dengan dua pertandingan berat ke depan melawan China dan Arab Saudi. Timnas harus meraih hasil maksimal jika ingin menjaga asa lolos ke putaran berikutnya dalam kualifikasi Piala Dunia 2026. 
Editor : MSar 


Opini: Ormas Minta THR, Antara Kepantasan dan Pemaksaan

Ormas Minta THR, Antara Kepantasan dan Pemaksaan


Belakangan ini, marak berita tentang organisasi masyarakat (Ormas) yang meminta tunjangan hari raya (THR) kepada pengusaha. Bahkan, dalam beberapa kasus, praktik ini bukan sekadar "meminta," tetapi cenderung menyerupai pemaksaan. Pertanyaannya, apakah ini wajar?

Jika merujuk pada regulasi ketenagakerjaan, THR adalah hak yang diberikan kepada pekerja/buruh yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha, baik berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Artinya, THR bukanlah kewajiban yang bisa dibebankan kepada pengusaha di luar konteks hubungan kerja. Maka, ketika Ormas meminta THR—apalagi dengan tekanan—hal ini sudah melenceng dari ketentuan hukum.

Di sisi lain, dalam budaya Indonesia, tradisi berbagi atau memberikan “uang lebaran” memang lazim terjadi, baik dari atasan ke bawahan maupun dari pihak yang lebih mampu kepada yang membutuhkan. Namun, ini bersifat sukarela dan tidak bisa dijadikan dasar bagi Ormas untuk mewajibkan pengusaha memberikan THR kepada mereka.

Sayangnya, ada kecenderungan di mana permintaan THR oleh Ormas justru diiringi dengan intimidasi atau tekanan terselubung. Jika ini terjadi, maka praktik ini tidak ubahnya seperti pemerasan yang berkedok tradisi. Hal ini merugikan dunia usaha dan menciptakan preseden buruk dalam interaksi sosial.

Sebagai negara hukum, tindakan meminta THR dengan cara-cara yang berpotensi memaksa harus diwaspadai. Pengusaha yang mengalami tekanan seharusnya melapor ke pihak berwenang agar tidak terjebak dalam praktik yang merugikan. Ormas seharusnya berperan dalam memberdayakan masyarakat, bukan malah menambah beban dengan permintaan yang tidak berdasar.

Pada akhirnya, kita perlu membedakan antara solidaritas sosial dan pemaksaan terselubung. Jika sebuah Ormas ingin mendapatkan dana untuk operasionalnya, cara yang lebih elegan adalah dengan mencari donasi secara sukarela atau membangun usaha sosial, bukan dengan membebani pengusaha dengan permintaan yang tidak memiliki dasar hukum. Penulis : MSar

Opini : Jangan Takut Bicara, Tapi Pahami Batasnya

Gambar : MSar, Belajar memahami suasana saat sahur, Beropini Jangan Takut Bicara, Tapi Pahami Batasnya

Suwarakita, (Senin,25/3/2025) - Di tengah maraknya kasus korupsi dan ketidakadilan di negeri ini, rakyat sering kali merasa serba salah. Ketika melawan, ada risiko dikriminalisasi. Ketika diam, justru menjadi korban permainan politik. Situasi ini membuat banyak orang memilih jalan tengah: mengeluh tanpa tindakan nyata. Padahal, di era digital ini, suara rakyat bisa menjadi kekuatan besar untuk perubahan.

Namun, ada satu hal yang harus disadari: berbicara itu hak, tetapi harus dilakukan dengan cerdas. Salah berbicara bisa menjadi bumerang. Fakta menunjukkan bahwa banyak orang yang akhirnya terseret masalah hukum karena tidak memahami batasan dalam menyampaikan pendapat. Maka dari itu, penting bagi rakyat untuk tetap kritis, tetapi dengan strategi yang tepat.

Berbicara dengan Data, Bukan Hanya Emosi

Banyak orang yang marah terhadap ketidakadilan, lalu mengungkapkan kekesalannya di media sosial dengan kata-kata kasar atau tuduhan tanpa bukti. Ini justru menjadi celah bagi pihak berwenang untuk menjerat mereka dengan berbagai undang-undang, seperti UU ITE. Oleh karena itu, jika ingin menyuarakan ketidakadilan, gunakan data dan fakta yang valid. Jangan asal menuduh tanpa dasar, karena itu bisa menjadi senjata makan tuan.

Pilih Media yang Tepat

Di era digital, media sosial memang menjadi sarana utama untuk menyampaikan pendapat. Namun, ada cara lain yang lebih efektif, seperti menulis opini di media massa, membuat petisi online, atau berdiskusi dalam forum yang lebih luas. Dengan demikian, suara yang disampaikan tidak hanya sekadar emosi sesaat, tetapi benar-benar memiliki dampak.

Bersikap Kritis Tanpa Menyerang Pribadi

Kritik yang sehat adalah kritik terhadap kebijakan, bukan serangan terhadap individu. Menyebut pejabat sebagai "koruptor" tanpa bukti bisa berujung pada tuntutan hukum. Namun, mengkritik kebijakan yang merugikan rakyat dengan data dan argumen yang kuat adalah hak yang tidak bisa dibungkam.

Gunakan Hukum sebagai Perisai

Banyak orang takut berbicara karena khawatir terkena pasal hukum. Padahal, jika memahami aturan yang ada, justru bisa menggunakan hukum sebagai pelindung. Misalnya, jika ada kasus korupsi, rakyat bisa melaporkannya ke lembaga yang berwenang seperti KPK atau Ombudsman, bukan sekadar berteriak di media sosial tanpa tindakan konkret.

Kesimpulan

Bersuara itu penting, tetapi lebih penting lagi memahami bagaimana cara berbicara yang aman dan efektif. Jangan takut menyuarakan ketidakadilan, tetapi jangan pula asal berbicara tanpa memahami batasnya. Dengan strategi yang tepat, suara rakyat bisa menjadi kekuatan yang tidak bisa diabaikan.

Jika kita ingin perubahan, maka kita harus menjadi bagian dari solusi. Bukan sekadar menjadi korban keadaan, tetapi menjadi rakyat yang cerdas dalam menyuarakan kebenaran. Salam Nalar, Akal Waras. Penulis : Muhamad Sarman. 

Menelisik Ucapan Cak Nun: "Kamu pernah Miskin Apa, Kamu pernah Menderita Apa?" Sebagai Cerminan Kehidupan Sosial

Gambar : Muhamad Sarman bersama Sugiyarno, SH di ruang tunggu BPN Wonogiri

Beberapa waktu lalu, Emha Ainun Nadjib, atau yang akrab disapa Cak Nun, melontarkan pernyataan yang cukup menarik:

"Kamu pernah menderita apa? kamu pernah miskin apa? Kamu pernah puasa kayak apa? kamu pernah tirakat apa? Kamu lancar-lancar semua kok". 

Sepintas, ungkapan ini terdengar santai dan mengundang senyum. Namun, jika direnungkan lebih dalam, ada makna filosofis yang bisa kita gali dari ucapan tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang membawa beban masing-masing. Ada yang tengah berjuang mengatasi masalah ekonomi, ada yang dirundung kesedihan karena kehilangan orang tercinta, ada pula yang merasa baik-baik saja di luar, tetapi sebenarnya bergejolak di dalam. Ucapan Cak Nun ini seperti menyoroti bagaimana kita kerap kali abai terhadap kondisi orang lain.

Di era digital sekarang, orang lebih sering menampilkan citra bahagia di media sosial, padahal realitanya bisa jauh berbeda. Di balik senyum manis yang diposting di Instagram, bisa saja ada air mata yang jatuh di balik layar.

Kembali pada Ucapan Cak Nun, "Kamu pernah menderita apa? kamu pernah miskin apa? Kamu pernah puasa kayak apa? kamu pernah tirakat apa? Kamu lancar-lancar semua kok". Ini bisa jadi sindiran halus dari Cak Nun bahwa dalam kehidupan sosial, sering kali kita sibuk dengan urusan sendiri tanpa benar-benar peduli pada orang lain.

Cak Nun juga menyinggung soal penderitaan. Tidak semua penderitaan terlihat jelas. Kadang seseorang tampak biasa saja, tetapi hatinya mungkin sedang bergulat dengan masalah besar. Sayangnya, dalam masyarakat, ada kecenderungan untuk menghakimi daripada memahami.

Kita sering mendengar orang berkata, "Kamu kan sehat, kerja juga ada, kenapa masih mengeluh?" Padahal, penderitaan tidak hanya tentang fisik atau materi, tetapi juga mental dan batin.

Ucapan Cak Nun ini bisa menjadi pengingat bagi kita untuk lebih peka terhadap orang lain. Jangan buru-buru menilai seseorang hanya dari apa yang terlihat. Bisa jadi teman yang diam sedang butuh tempat curhat, atau orang yang selalu ceria justru menyembunyikan luka hatinya.

Maka, mari kita lebih sering bertanya dengan tulus, "Apa kabarmu? Kamu baik-baik saja?" dan benar-benar mendengarkan jawabannya, bukan sekadar basa-basi. Karena terkadang, perhatian kecil bisa menjadi penyelamat bagi seseorang yang sedang berada di titik terendah hidupnya.

Ungkapan  "Kamu miskin apa?" bisa ditafsirkan dari berbagai sudut pandang, tergantung konteksnya. Bisa jadi ini adalah sindiran sosial terhadap cara pandang masyarakat yang kerap mengkotak-kotakkan orang berdasarkan status ekonomi. Seolah-olah kalau seseorang mengeluh atau meminta bantuan, harus ada verifikasi dulu: "Miskin beneran atau pura-pura?"

Bisa juga ini mempertanyakan: apakah seseorang benar-benar miskin secara materi, atau justru miskin secara mental? Ada orang yang mungkin secara ekonomi cukup, tetapi selalu merasa kekurangan. Sebaliknya, ada yang sederhana tetapi merasa cukup dan bahagia.

Kadang, tanpa sadar, kita sendiri yang membatasi diri dengan merasa "miskin" dalam berbagai aspek—miskin ide, miskin semangat, miskin empati. Pertanyaannya, apakah kita benar-benar miskin, atau hanya belum menyadari potensi yang kita miliki? Mari Refleksi Diri. 
Penulis : Muhamad Sarman






Korupsi Beras: Cermin Bobroknya Tata Kelola Pangan Negeri Ini

Suwarakita.com ( Kamis 22/3/2025) - Kasus dugaan penggelembungan harga beras impor oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog yang dilaporkan ke KPK semakin menambah panjang daftar skandal korupsi di negeri ini. Dengan selisih harga mencapai Rp 2,7 triliun untuk 2,2 juta ton beras, publik pantas bertanya: sampai kapan rakyat harus menjadi korban permainan busuk para pejabat?

Persoalan pangan seharusnya menjadi prioritas utama negara, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun, justru di sektor ini, permainan harga, monopoli, hingga dugaan korupsi terus terjadi. Ironisnya, kejadian semacam ini bukan yang pertama. Kita masih ingat berbagai skandal serupa di masa lalu, mulai dari kasus korupsi impor daging sapi, gula, hingga minyak goreng.

Dampaknya jelas: harga beras di pasaran terus melambung, sementara rakyat semakin kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. Para petani pun terpinggirkan, kalah oleh kebijakan impor yang lebih menguntungkan segelintir pihak. Pemerintah selalu berdalih bahwa impor diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan stok pangan, tetapi kenyataannya, kebijakan ini seringkali hanya menjadi ladang basah bagi mafia pangan.

Yang lebih menyedihkan, kasus-kasus seperti ini kerap berakhir tanpa hukuman yang sepadan. Banyak pejabat yang terjerat kasus korupsi tetap hidup mewah setelah menjalani hukuman yang ringan. Inilah yang membuat praktik korupsi terus subur di negeri ini.

Jika ingin keluar dari lingkaran setan ini, diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum dan kesadaran masyarakat untuk terus mengawasi. Kasus dugaan korupsi beras impor ini harus diusut tuntas, dan jika terbukti, pelakunya harus dihukum berat. Jangan biarkan korupsi di sektor pangan menjadi penyakit yang terus merugikan rakyat kecil.

Negeri ini sudah terlalu lama dikoyak oleh korupsi. Saatnya bersikap tegas dan tidak lagi mentoleransi praktik kotor yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara rakyat semakin tercekik oleh harga kebutuhan pokok yang tak terkendali.
Editor : MSar

Opini: Pendidik yang Korupsi Dana BOS, Pengkhianat Masa Depan Bangsa


Suarakyat, (Kamis 22/3/2025) - Ketika seorang pendidik yang seharusnya menjadi teladan justru tersangkut kasus korupsi dana BOS, kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan semakin runtuh. Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sejatinya adalah anggaran yang diperuntukkan bagi kelancaran proses belajar-mengajar di sekolah, terutama untuk membantu siswa yang kurang mampu agar tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, ketika dana ini justru disalahgunakan oleh oknum yang berkepentingan, dampaknya sangat besar: murid menjadi korban, kualitas pendidikan menurun, dan moral bangsa terancam.

Ironisnya, korupsi di dunia pendidikan bukanlah kasus baru. Peristiwa ini terjadi hampir di berbagai daerah, dengan modus yang beragam—dari mark-up pengadaan barang, pemotongan dana, hingga laporan fiktif. Jika para pendidik yang seharusnya membentuk karakter anak bangsa justru mengajarkan praktik curang, lalu kepada siapa lagi kita bisa berharap?

Korupsi dana BOS bukan sekadar tindakan mencuri uang negara, tetapi juga merampas hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Pendidikan adalah investasi jangka panjang suatu bangsa, dan ketika uangnya dikorupsi, dampaknya tidak hanya terasa hari ini tetapi juga di masa depan.

Masyarakat harus semakin kritis dan tidak diam terhadap kasus-kasus semacam ini. Pemerintah dan lembaga terkait juga harus lebih tegas dalam mengawasi serta memberi hukuman yang berat kepada para pelaku. Jika seorang pendidik yang berkhianat kepada amanahnya tetap dibiarkan, maka kita sedang menggali jurang kehancuran bagi generasi mendatang.

Kepercayaan terhadap dunia pendidikan harus tetap dijaga, tetapi itu hanya bisa terjadi jika ada transparansi, akuntabilitas, dan sanksi tegas bagi mereka yang mencoreng nama baik profesi pendidik. Jika para guru jujur dan bertanggung jawab, maka harapan akan pendidikan yang lebih baik masih bisa terwujud. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, maka kita harus bersiap menghadapi masa depan yang lebih suram.

Sebagai rakyat biasa, kami hanya bisa mengelus dada ketika melihat semakin banyak oknum pendidik yang terjerat kasus korupsi dana BOS. Setiap kali ada berita atau unggahan di media sosial yang mengungkap praktik curang ini, rasa kecewa dan prihatin semakin dalam. Bagaimana mungkin dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan justru disalahgunakan oleh mereka yang seharusnya menjadi contoh moral bagi anak didiknya?

Dana BOS adalah bentuk kepedulian negara agar sekolah dapat berjalan tanpa membebani orang tua siswa. Namun, ketika dana ini dikorupsi, dampaknya sangat luas. Sekolah kekurangan fasilitas, anak-anak kehilangan kesempatan belajar yang layak, dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan semakin luntur.

Lebih menyedihkan lagi, kasus ini seakan menjadi fenomena yang terus berulang. Modusnya bermacam-macam, mulai dari mark-up harga barang, laporan fiktif, hingga pemotongan dana yang seharusnya untuk operasional sekolah. Yang lebih ironis, terkadang mereka yang seharusnya mengajarkan kejujuran justru menjadi pelaku kecurangan.

Rakyat kecil hanya bisa menyaksikan dan bertanya-tanya, ke mana perginya keadilan? Apakah pendidikan kita hanya menjadi ajang mencari keuntungan bagi segelintir orang yang tamak? Jika di dunia pendidikan saja korupsi merajalela, bagaimana kita bisa berharap masa depan anak-anak bangsa akan lebih baik?

Kami hanya berharap ada ketegasan dari pemerintah dan aparat hukum untuk menindak tegas para pelaku. Jika dibiarkan terus terjadi, rakyat akan semakin kehilangan kepercayaan. Bukan hanya terhadap dunia pendidikan, tetapi juga terhadap sistem keadilan yang seharusnya melindungi hak-hak mereka.
Penulis : MSar. 


Indahnya Kebersamaan dalam Momen Buka Puasa Bersama

Menu sederhana, tidak mengurangi suasana meriahnya buka bersama dengan keluarga

Bulan Ramadhan selalu membawa suasana yang berbeda dibanding bulan lainnya. Selain sebagai waktu yang penuh berkah, Ramadhan juga menjadi momen yang mempererat tali silaturahmi. Salah satu tradisi yang paling dinanti adalah buka puasa bersama atau yang sering disebut bukber.

Lebih dari Sekadar Makan Bersama

Bukber bukan hanya sekadar momen menyantap hidangan setelah seharian menahan lapar dan dahaga. Lebih dari itu, bukber adalah ajang kebersamaan yang menghadirkan kehangatan dan kebahagiaan. Momen ini sering dimanfaatkan untuk berkumpul kembali dengan keluarga, sahabat, rekan kerja, hingga teman-teman lama yang jarang bertemu.

Ketika berkumpul dalam suasana Ramadhan, ada rasa kebersamaan yang lebih kuat. Obrolan ringan di sela-sela berbuka, tawa yang tercipta, hingga doa bersama sebelum menyantap hidangan menjadi bagian dari kenangan indah yang sulit terlupakan.

Momen Berbagi Keberkahan

Salah satu nilai utama dalam bukber adalah berbagi kebahagiaan dan keberkahan. Tidak sedikit orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berbagi dengan mereka yang kurang mampu. Ada yang mengadakan buka puasa bersama anak yatim, berbagi takjil di jalanan, atau sekadar mengundang tetangga dan teman untuk berbuka bersama di rumah.

Dengan berbagi, kita tidak hanya memberi makanan, tetapi juga menyebarkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang dirasakan saat melihat orang lain tersenyum karena bisa menikmati hidangan berbuka, merupakan bentuk keberkahan yang tidak ternilai.

Menjaga Tradisi dengan Makna yang Lebih Dalam

Bukber seharusnya tidak hanya menjadi ajang kumpul-kumpul biasa. Di balik tradisi ini, ada nilai ibadah, kebersamaan, dan kepedulian sosial yang perlu terus dijaga. Jangan sampai niat utama dari buka puasa bersama justru terlupakan karena terlalu sibuk dengan foto-foto atau ponsel.

Lebih dari itu, hendaknya momen bukber juga dimanfaatkan untuk mempererat hubungan, saling memaafkan, dan menumbuhkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah.

Penutup

Buka puasa bersama adalah tradisi yang tidak hanya menghadirkan kebersamaan, tetapi juga membawa keberkahan. Saat duduk bersama, menyantap hidangan dengan penuh syukur, dan berbagi cerita dalam suasana hangat, di situlah letak keindahan bukber yang sesungguhnya. Mari kita jadikan momen ini sebagai ajang untuk mempererat silaturahmi, berbagi kebahagiaan, dan meningkatkan kualitas ibadah di bulan suci Ramadhan.

Selamat menikmati indahnya kebersamaan dalam buka puasa bersama!
Penulis : Muhamad Sarman

Opini: Jangan Menyamaratakan, Ormas Bukan Musuh Publik


Belakangan ini, isu permintaan tunjangan hari raya (THR) oleh organisasi kemasyarakatan (Ormas) kepada pelaku usaha menjadi sorotan publik. Beberapa pihak menilai bahwa praktik ini meresahkan, bahkan seolah-olah semua Ormas melakukan pemaksaan terhadap perusahaan. Namun, dalam melihat persoalan ini, kita harus lebih objektif dan tidak gegabah dalam memberikan label buruk kepada Ormas secara keseluruhan.

Pertama, tidak semua Ormas melakukan tindakan yang dianggap sebagai pemalakan. Ada banyak Ormas yang menjalankan fungsi sosial, keagamaan, dan kemasyarakatan dengan baik tanpa harus meminta-minta kepada pelaku usaha. Jika ada individu atau kelompok dalam Ormas yang bertindak di luar batas, maka itu adalah oknum, bukan representasi Ormas secara keseluruhan. Menggeneralisasi seluruh Ormas sebagai biang kerok permasalahan justru tidak adil dan berpotensi merusak citra organisasi yang memiliki kontribusi positif bagi masyarakat.

Kedua, fenomena THR ini kerap dibesar-besarkan, seolah-olah menjadi ancaman utama bagi dunia usaha. Padahal, masalah yang jauh lebih besar dan berdampak sistemik seperti korupsi justru sering kali tidak mendapat perhatian yang setara. Kita bisa bertanya, mengapa praktik korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah tidak mendapatkan reaksi yang sama besarnya? Kenapa kasus yang dilakukan oknum Ormas lebih mudah menjadi bahan kecaman dibandingkan perilaku koruptif yang jelas-jelas merugikan rakyat kecil?

Ketiga, jika memang ada pelanggaran yang dilakukan oleh oknum Ormas, maka penegakan hukumlah yang harus berbicara. Jangan sampai wacana ini justru menjadi alat untuk menyudutkan Ormas yang pada dasarnya juga memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Apalagi, di banyak daerah, Ormas juga sering kali menjadi garda terdepan dalam membantu warga yang membutuhkan, terutama dalam situasi darurat.

Oleh karena itu, kita perlu bersikap bijak dalam menyikapi persoalan ini. Jangan sampai opini yang berkembang justru menjadi alat untuk mendiskreditkan Ormas secara keseluruhan, sementara masalah yang lebih besar seperti korupsi dan ketidakadilan ekonomi justru luput dari perhatian. Mari kita lihat permasalahan ini secara proporsional dan tetap mengedepankan prinsip keadilan dalam menilai segala sesuatu. Salam Nalar, Akal waras. 
Penulis : Muhamad Sarman. 

Suka Tidak Suka, Indonesia Banyak Korupsi: "Mari Kita Akhiri


Korupsi di Indonesia sudah seperti penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Dari level atas hingga bawah, praktik suap, penggelapan, dan penyalahgunaan wewenang terus terjadi, seolah menjadi bagian dari budaya. Suka atau tidak, inilah realitas yang kita hadapi.

Namun, apakah kita hanya bisa pasrah? Tentu tidak. Perubahan harus dimulai dari kesadaran individu dan keberanian untuk bersikap jujur. Pendidikan antikorupsi perlu ditanamkan sejak dini, sistem hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan masyarakat harus lebih aktif mengawasi serta melaporkan praktik korupsi di sekitarnya.

Memang, memberantas korupsi bukan perkara mudah. Banyak yang diuntungkan dari sistem yang korup, dan mereka tentu tidak akan tinggal diam. Tetapi jika rakyat bersatu, pemerintah berkomitmen, dan hukum benar-benar tegak, masih ada harapan untuk perubahan.

Jangan lagi kita hanya mengeluh dan mengutuk. Saatnya bertindak, sekecil apa pun langkah kita. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Jika bukan kita, siapa lagi?

Korupsi di Indonesia sering kali seperti siklus api yang membara sejenak, lalu padam sebelum benar-benar membakar akar masalahnya.

Ketika ada kasus korupsi besar terungkap, perhatian publik langsung tersedot. Media ramai memberitakan, rakyat marah, dan tuntutan keadilan menggema di mana-mana. Namun, seperti pola yang sudah sering terjadi, tak lama kemudian muncul isu lain—entah itu skandal baru, kontroversi politik, atau sensasi selebriti—yang akhirnya mengalihkan fokus masyarakat.

Sementara itu, para pelaku korupsi justru mendapatkan "pemadam" LEntah lewat hukuman ringan, potongan masa tahanan, atau bahkan bebas dengan dalih kesehatan. Masyarakat yang tadinya marah pun perlahan lupa, hingga akhirnya kasus besar yang dulu menghebohkan lenyap begitu saja.

Inilah salah satu alasan mengapa korupsi terus berulang. Hukuman yang tidak menimbulkan efek jera, pengawasan yang lemah, serta masyarakat yang mudah dialihkan perhatiannya membuat para koruptor merasa aman untuk terus bermain dalam lingkaran korupsi.

Jika kita ingin benar-benar mengakhiri korupsi, maka kita harus berhenti menjadi bangsa yang mudah lupa. Kita harus tetap mengawal kasus-kasus yang ada, mendesak keadilan ditegakkan, dan menolak untuk teralihkan oleh isu-isu yang sengaja diciptakan untuk mengaburkan perhatian publik.

Api kemarahan terhadap korupsi seharusnya tidak hanya menyala sesaat, tapi terus berkobar hingga membakar habis sistem yang mendukungnya. Jangan biarkan pemadam itu bekerja lagi!

Di satu sisi, ada mereka yang masih percaya pada keadilan, memuja hukum, dan berharap pada pemimpin. Mereka ingin perubahan, tetapi sering kali terjebak dalam ilusi bahwa sistem yang ada akan menyelesaikan masalah. Namun, kenyataannya, korupsi terus merajalela, dan kepercayaan mereka justru dimanfaatkan oleh para penguasa yang bermain dalam lingkaran korupsi.

Di sisi lain, ada oposisi—mereka yang sadar dan menolak sistem korup. Namun, mereka tidak memiliki cukup kekuatan untuk benar-benar melawan. Suara mereka sering kali dibungkam, upaya mereka dilemahkan, dan akhirnya, mereka pun pasrah karena merasa tak berdaya.

Inilah dilema yang membuat korupsi sulit diakhiri. Rakyat berada di antara harapan dan ketidakberdayaan. Sementara itu, para pelaku korupsi terus bermain di antara dua sisi ini, memanfaatkan kepercayaan sebagian rakyat dan menekan yang berani melawan.

Jika kita ingin keluar dari lingkaran ini, rakyat harus bersatu. Kesadaran saja tidak cukup—perlu tindakan nyata, keberanian, dan keteguhan dalam mengawal keadilan. Selama masih ada yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang "biasa" atau bahkan membela pelaku dengan berbagai alasan, maka perubahan akan semakin sulit.

Bukan hal yang mudah, tapi bukan berarti mustahil. Jika kita tidak bisa melawan secara langsung, setidaknya kita bisa mulai dari hal kecil: menolak suap, berani berbicara, mendukung transparansi, dan tidak mudah terbuai dengan janji-janji manis.

Perubahan tidak akan datang dari atas, tapi dari kesadaran dan keberanian rakyat itu sendiri.
Penulis : Muhamad Sarman







Timnas Indonesia Takluk dengan Australia 1 - 5





Kegagalan Penalti Kevin Diks Berpengaruh, Timnas Indonesia Takluk dari Australia

Gambar dilansir dari CNN Indonesia

Suwarakita – Pemain Timnas Indonesia, Ole Romeny, mengakui bahwa kegagalan penalti yang dieksekusi oleh Kevin Diks berdampak besar terhadap jalannya pertandingan saat Timnas Indonesia harus menelan kekalahan telak 1-5 dari Australia dalam matchday ketujuh Grup C babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Kamis (20/3).

Timnas Indonesia sebenarnya memulai laga dengan baik. Mereka tampil percaya diri dan mendapat peluang emas lewat titik putih di awal babak pertama. Namun, eksekusi penalti Kevin Diks gagal membuahkan gol, yang kemudian membuat momentum permainan berbalik ke pihak lawan.

"Di awal kami main bagus. Kami dapat penalti dan percaya diri, penalti bisa gol atau bisa meleset itu bagian dari laga," ujar Romeny usai pertandingan.

Dalam laga yang berakhir dengan kekalahan 1-5 untuk Indonesia, Romeny sukses mencatatkan namanya di papan skor. Namun, hasil akhir yang tidak sesuai harapan membuatnya sulit menikmati momen tersebut sepenuhnya.

Setelah kegagalan penalti tersebut, Australia justru semakin agresif dalam menyerang dan berhasil mencetak gol demi gol yang membuat Timnas Indonesia kesulitan untuk bangkit.

Gol debut Romeny sempat memberikan harapan bagi Garuda, tetapi dominasi Australia membuat Indonesia gagal mengimbangi permainan lawan. Dengan hasil ini, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk tetap bersaing dalam kualifikasi.

Dengan hasil ini, peluang Indonesia untuk melaju ke fase berikutnya semakin sulit. Tim asuhan Patrick Kluivert diharapkan segera bangkit dan mempersiapkan diri untuk laga selanjutnya demi menjaga asa di Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Penulis : MSar


Malam Selikuran: Tradisi Spiritual di Malam ke-21 Ramadan

Gambar : Warga Dk. Kembang Nepen Teras Boyolali Shodakohan Malam Selikuran

Boyolali, Suwarakita - Dalam budaya Jawa, malam ke-21 bulan Ramadan dikenal sebagai "Malam Selikuran". Malam ini memiliki makna istimewa karena menandai dimulainya malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadan, di mana umat Islam dianjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, terutama dalam mencari Lailatul Qadar—malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Malam Selikuran berasal dari kata selikur yang berarti angka 21 dalam bahasa Jawa. Pada malam ini, masyarakat Jawa menggelar berbagai tradisi yang sarat makna spiritual dan sosial, seperti kenduri atau shodamohan, yang merupakan wujud syukur dan doa bersama agar mendapatkan keberkahan Ramadan.

Tradisi Malam Selikuran juga masih dilestarikan oleh sebagian warga di berbagai daerah, termasuk di Dukuh Kembang, RT 08/02, Desa Nepen, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. menggelar kenduri atau shodamohan pada malam ke-21 Ramadan. 

Acara ini diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh kampung atau tokoh agama setempat. Setelah doa, makanan khas seperti tumpeng, tradisional sebagai bentuk sedekah dan rasa syukur.

Tradisi Malam Selikuran di Masyarakat Jawa, Tradisi utama dalam Malam Selikuran adalah kenduri atau shodamohan. Kenduri ini biasanya diadakan di masjid, langgar, atau rumah tokoh masyarakat. Hidangan khas seperti tumpeng, dan ada yang menyajikan kolak, ketan, apem, dan makanan tradisional lainnya disiapkan untuk dibagikan kepada warga.

Di beberapa daerah, seperti di Keraton Yogyakarta dan Surakarta, terdapat kirab Malam Selikuran. Dalam kirab ini, masyarakat membawa obor dan berjalan mengiringi sesaji yang nantinya akan didoakan bersama. Tradisi ini melambangkan harapan agar kehidupan menjadi lebih terang benderang, sebagaimana cahaya Lailatul Qadar.

Selain kenduri, masyarakat juga melakukan tadarus Al-Qur'an, dzikir, dan shalawat secara bersama-sama. Kegiatan ini dilakukan dengan harapan agar bisa mendapatkan berkah dan kemuliaan dari malam-malam terakhir Ramadan.

Filosofi Malam Selikuran, Malam Selikuran mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, sedekah, dan kepedulian sosial. Masyarakat tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah tetapi juga berbagi kebahagiaan dengan sesama, terutama dengan mereka yang kurang mampu.

Malam Selikuran bukan sekadar perayaan, tetapi juga bagian dari kekayaan budaya Jawa yang memperkuat nilai-nilai keislaman. Tradisi ini terus lestari sebagai wujud penghormatan terhadap Ramadan dan sebagai sarana mempererat tali silaturahmi antarwarga. 

Di tengah perkembangan zaman, yang semakin tidak menentu, Malam Selikuran tetap menjadi momentum penting bagi masyarakat Jawa dalam menyambut Lailatul Qadar dengan penuh harapan dan doa. 
Penulis : Muhamad Sarman/Anggota LPK Trankonmasi


TIGA ANAK SD DITANGKAP ATAS KASUS PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI EMPAT LOKASI BERBEDA

Gambar dilansir dari : Radar Semarang.id

Gresik,Suwarakita – Tiga anak di bawah umur berinisial F (12), HR (9), dan NA (10), yang masih berstatus siswa SD di Kabupaten Gresik, diamankan oleh pihak kepolisian atas dugaan pencurian sepeda motor di empat lokasi berbeda.

Kapolsek Gresik, Iptu Suharto, menjelaskan bahwa ketiga anak tersebut telah melakukan pencurian di Perumahan Pondok Permata Suci, Alun-Alun Gresik, serta dua lokasi di Jalan Harun Thohir. Modus operandi mereka adalah mencari motor yang tidak dikunci ganda, lalu mendorongnya ke lokasi yang lebih sepi.

Dalam aksinya pada Selasa (18/3/2025) dini hari, ketiga pelaku kepergok oleh warga bernama Samlan Miladi (55) saat mendorong motor curian. Warga yang curiga segera melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Gresik. Petugas Reskrim yang datang ke lokasi langsung mengamankan ketiganya beserta barang bukti satu unit Yamaha Mio W-6784-MR dan 18 kunci kontak yang diduga digunakan dalam aksi pencurian.

Kasatreskrim Polres Gresik, AKP Abid Uais Al-Qarni Aziz, mengungkapkan bahwa dalam pemeriksaan, para pelaku mengaku telah mencuri sepeda motor di empat lokasi berbeda. Salah satu motor bahkan dijual dengan harga Rp150 ribu kepada orang yang tidak dikenal.

Mengingat usia para pelaku yang masih di bawah umur, kasus ini ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Gresik. Pihak kepolisian juga tengah mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain serta faktor yang melatarbelakangi tindakan para pelaku.

“Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk menangani kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku bagi anak di bawah umur,” ujar AKP Abid Uais.

Pihak kepolisian mengimbau kepada masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam memarkirkan kendaraan, memastikan kendaraan terkunci dengan aman, serta meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak agar tidak terjerumus ke dalam tindakan kriminal.
Sumber dilansir dari : Radar Semarang.id/Editor MSar. 



Apindo Soroti Pemalakan THR oleh Ormas: Rugikan Dunia Usaha dan Investasi

Gambar dilansir dari : detik finance


Jakarta, Suwarakita– Permintaan tunjangan hari raya (THR) dari organisasi masyarakat (ormas) kepada pelaku usaha dengan cara-cara premanisme dinilai bisa merusak iklim bisnis di Indonesia. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan bahwa praktik pemaksaan semacam itu tidak bisa dibenarkan dan harus ditindak tegas.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menjelaskan bahwa pemberian THR kepada pihak di luar perusahaan bukanlah kewajiban, melainkan bergantung pada kebijakan dan kerelaan masing-masing pengusaha. Ia mengingatkan bahwa perusahaan juga memiliki anggaran Corporate Social Responsibility (CSR) yang bisa dimanfaatkan untuk membantu masyarakat sekitar secara lebih terstruktur.

"Meminta sumbangan boleh saja, tapi jangan sampai ada unsur pemaksaan atau intimidasi. Itu kembali lagi pada kebijakan masing-masing perusahaan. Ada dana CSR yang seharusnya bisa dikelola dengan bijak untuk pembinaan masyarakat, bukan dengan cara premanisme yang malah mengganggu operasional usaha," ujar Bob pada Rabu (19/3/2025).

Bob menegaskan bahwa pemaksaan dengan cara menghalangi produksi atau mengintimidasi pelaku usaha dapat berdampak buruk terhadap investasi. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan hanya perusahaan yang dirugikan, tetapi juga perekonomian nasional.

"Kalau sampai ada pemblokiran produksi dan tindakan intimidasi lainnya, tentu ini akan membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modal di Indonesia. Dunia usaha butuh kepastian dan keamanan, bukan ancaman," tambahnya.

Apindo pun meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap oknum-oknum yang melakukan pemerasan berkedok permintaan THR.

Senada dengan Apindo, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza juga mengingatkan ormas agar tidak mencari keuntungan sesaat dengan cara yang salah. Menurutnya, perusahaan memiliki peran besar dalam perekonomian nasional dan harus dilindungi dari praktik pemaksaan semacam ini.

"Jangan hanya berpikir jangka pendek. Jika butuh penghasilan, lebih baik bekerja sama dengan perusahaan, misalnya dengan menjadi karyawan atau mitra usaha yang sah. Itu cara yang jauh lebih baik daripada meminta-minta atau bahkan memaksa," tegas Faisol.

Ia juga menegaskan bahwa jika tekanan terhadap dunia usaha terus terjadi, bukan hanya perusahaan yang akan rugi, tetapi juga masyarakat luas dan negara. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk mencari solusi yang lebih konstruktif dan saling menguntungkan.(sumber dilansir dari detik finance) 
Editor : MSar. 

Trump Dukung Serangan Israel ke Gaza, Tegaskan Komitmen ke Sekutu

Trump Dukung Serangan Israel ke Gaza, Tegaskan Komitmen ke Sekutu

Gambar di lansir dari CNN Indonesia

Washington, AS, Suwarakita– Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan dukungan penuh terhadap serangan terbaru Israel ke Jalur Gaza, meskipun langkah tersebut melanggar kesepakatan gencatan senjata yang telah berlaku sejak 19 Januari lalu.

Serangan yang terjadi pada Selasa (18/3) dini hari ini disebut sebagai yang paling mematikan sejak perjanjian tersebut, dengan korban tewas mencapai lebih dari 400 jiwa, termasuk anak-anak.

Juru bicara Gedung Putih, Caroline Leavitt, menegaskan bahwa Trump akan bersikap tegas dalam menghadapi ancaman terhadap Israel dan AS.

"Seperti yang telah ditegaskan Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran, dan semua pihak yang berupaya meneror tidak hanya Israel tetapi juga AS akan menghadapi konsekuensi besar," ujar Leavitt dalam wawancara dengan Fox News.

Leavitt menambahkan bahwa sikap Trump menunjukkan komitmennya untuk membela masyarakat yang taat hukum dan melindungi kepentingan AS serta sekutu utamanya di Timur Tengah, yakni Israel.

Di sisi lain, Israel mengklaim serangan ke Gaza dilakukan setelah Hamas berulang kali menolak membebaskan sandera serta menolak proposal dari mediator, termasuk Utusan AS, Steve Witkoff.

Israel pun menegaskan bahwa operasi militer terhadap Hamas akan semakin ditingkatkan dalam waktu dekat.(sumber dilansir dari CNN Indonesia) Editor : MSar

Tiga Polisi Gugur Ditembak Saat Gerebek Judi Sabung Ayam di Lampung, Oknum TNI Ditangkap

Lampung,SuwaraKita – Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika menegaskan bahwa jajarannya akan terus mengusut segala bentuk kejahatan, termasuk setelah insiden tragis yang menewaskan tiga anggota kepolisian saat melakukan penggerebekan judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

Polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan menemukan 12 selongsong peluru di lokasi. Ketiga jenazah polisi yang menjadi korban telah dimakamkan setelah menjalani autopsi, yang menunjukkan mereka tewas akibat luka tembak di bagian vital tubuh.

Denpom Sriwijaya telah menangkap oknum TNI yang diduga terlibat dalam penembakan tersebut. Namun, pihak TNI belum mengungkap identitas maupun jumlah pelaku yang terlibat.

Kapolda Lampung menegaskan bahwa pihaknya akan tetap menjalankan tugas sesuai prosedur dan tidak akan surut dalam memberantas kejahatan di wilayahnya. Sumber dilansir dari : detiknews Editor : MSar. 

Percepatan Pembentukan 70.000 Koperasi Desa Merah Putih, Siap Diluncurkan Juli 2025

Gambar dilansir dari CNNB Indonesia: Menteri Koperasi Indonesia Budi Arie Setiadi saat ditemui di Kawasan Istana Bogor, Jumat (3/1/2025). 


Jakarta, Suarakyat – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Kebijakan ini menandai percepatan pembentukan 70.000 koperasi desa yang ditargetkan rampung pada akhir Juni 2025 dan siap diluncurkan secara resmi pada 12 Juli 2025.

Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa program ini bertujuan untuk memperkuat ekonomi desa dengan memanfaatkan potensi lokal dan menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan. "Koperasi Desa Merah Putih hadir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dengan konsep koperasi yang mandiri, modern, dan sesuai dengan kebutuhan lokal," ujarnya.

Konsep dan Mekanisme Pembentukan
Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih akan dilakukan melalui tiga cara:
1. Pembentukan baru di desa yang belum memiliki koperasi.
2. Pengembangan koperasi yang sudah ada agar lebih produktif.
3. Revitalisasi koperasi yang kurang aktif agar kembali berfungsi optimal.

Sesuai aturan, setiap koperasi akan diberi nama dengan format "Koperasi Desa Merah Putih [Nama Desa]". Pengurus dan pengawas koperasi akan dipilih melalui musyawarah desa, dengan kepala desa bertindak sebagai ketua pengawas ex-officio.

Jenis Usaha yang Dikembangkan
Koperasi Desa Merah Putih akan berperan sebagai pusat ekonomi desa dengan berbagai unit usaha, antara lain:

Gerai penyediaan sembako dan obat murah, Unit simpan pinjam koperasi, Gerai klinik desa, Gudang penyimpanan hasil pertanian dan perikanan (cold storage) Logistik dan distribusi barang, Usaha lain yang sesuai dengan kebutuhan desa, Mekanisme Pengawasan dan Evaluasi

Untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas program, pengawasan akan dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, serta pemerintah daerah. Evaluasi berkala akan dilaksanakan setiap enam bulan setelah peluncuran.

Melalui program ini, pemerintah optimis koperasi desa dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal yang kuat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mewujudkan desa yang mandiri dan sejahtera.
Editor : MSar



Bek Australia Kai Trewin Akui Timnas Indonesia sebagai Lawan yang Hebat

Gambar : bek Timnas Australia, Kai Trewin,

Sydney, suwarakita.com – Jelang laga krusial di Grup C putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, bek Timnas Australia, Kai Trewin, mengakui kehebatan Timnas Indonesia. Pemain berusia 23 tahun itu menyebut skuad Garuda sebagai tim yang kuat dengan banyak pemain yang berkarier di Eropa.

Timnas Indonesia, yang kini diasuh oleh Patrick Kluivert, akan menghadapi Australia di Sydney Football Stadium pada Kamis (20/3/2025) pukul 16.10 WIB. Meski mengapresiasi kekuatan lawannya, Trewin menegaskan bahwa dirinya dan tim tetap fokus untuk meraih kemenangan di laga tersebut.

> "Mereka (Indonesia) pasti akan menjadi tim yang hebat," ujar Trewin, dikutip dari laman resmi Socceroos. "Saya hanya akan fokus untuk berkontribusi sebaik mungkin bagi tim, dan bagaimanapun caranya, saya akan memberikan yang terbaik serta berusaha membantu."

Gambar : di lansir dari tvonenews.com

Bek Melbourne City itu juga menyadari besarnya tekanan dari suporter Australia yang mengharapkan kemenangan di setiap laga.

> "Saya rasa itu sudah menjadi bagian dari menjadi seorang Socceroo, yaitu ekspektasi untuk memenangkan semua pertandingan dan bermain dengan baik," tambahnya. "Ini adalah langkah terbesar bagi sepak bola di Australia, dan saya pikir ekspektasi itu memang selalu ada."

Dengan persiapan matang dari kedua tim, pertandingan ini diprediksi akan berlangsung sengit. Mampukah Indonesia mencuri poin dari tuan rumah? Atau justru Australia yang akan membuktikan dominasinya di laga ini?
Pewarta : Jiyono
Editor : MSar

Nantikan jalannya pertandingan dan update hasilnya hanya di Suwarakita.com

Oknum TNI Diduga Tembak 3 Polisi di Lampung, Kini Ditahan di Denpom

Gambar : dilansir dari detik.com

SuwaraKita - Lampung – Seorang oknum TNI diduga menembak tiga anggota polisi hingga tewas saat penggerebekan arena sabung ayam di Way Kanan, Lampung. Pelaku saat ini telah diamankan dan ditahan di Denpom Lampung untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Peristiwa ini sempat viral di media sosial, dengan beredarnya video penangkapan yang menunjukkan seorang pria berseragam loreng dikawal oleh dua anggota Polisi Militer. Pelaku tampak berjalan santai keluar dari rumahnya, disaksikan oleh banyak warga sebelum dibawa ke dalam mobil petugas.

Kapendam II/Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar, membenarkan penahanan oknum TNI tersebut. "Pelaku sudah diamankan di Denpom Lampung dan saat ini masih menjalani pemeriksaan," ujarnya pada Selasa (18/3/2025).

Namun, hingga kini belum ada informasi lebih lanjut mengenai jumlah pelaku lain yang terlibat maupun identitas pasti tersangka. Pihak berwenang masih melakukan investigasi untuk mengungkap seluruh fakta terkait insiden ini.
Pewarta : Jiyono
Editor : MSar

Tiga Polisi Gugur, Saat Gerebek Judi Sabung Ayam di Lampung, Dugaan Keterlibatan Anggota TNI Diselidiki


SuwaraKita.com - Way Kanan, Lampung – Tragedi menimpa jajaran Kepolisian Daerah Lampung saat melakukan penggerebekan judi sabung ayam di Kampung Karang Mani, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan. Tiga anggota kepolisian dilaporkan tewas dalam insiden yang terjadi pada Senin sore, 17 Maret 2025.

Hingga kini, kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait peristiwa tersebut, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat lain dalam kejadian tersebut. "Kami sedang mengusut tuntas kejadian ini. Jika ada keterlibatan pihak lain, termasuk oknum anggota TNI, tentu akan diproses sesuai hukum yang berlaku," ujar seorang pejabat kepolisian setempat.

Penggerebekan judi sabung ayam kerap diwarnai perlawanan dari para pelaku. Dalam beberapa kasus sebelumnya, aparat yang bertugas menghadapi aksi perlawanan dari masyarakat maupun pihak yang berkepentingan dalam perjudian ilegal tersebut.

Pihak kepolisian berjanji akan memberikan keterangan lebih lanjut setelah proses penyelidikan selesai. Kejadian ini menjadi peringatan serius terhadap maraknya praktik perjudian ilegal yang masih banyak beroperasi di berbagai daerah.

Sementara itu, kondisi di lokasi kejadian saat ini telah kondusif, meski aparat keamanan masih berjaga untuk mengantisipasi kemungkinan adanya gejolak lanjutan.
Pewarta : Jiyono
Editor : MSar

Opini : Pernikahan Kedua Duda dan Janda: Cinta yang Matang dan Peluang Baru

Gambar di lansir dari Pinterrest.com

Pernikahan kedua antara seorang duda dan janda sering kali dipandang dengan berbagai sudut pandang. Ada yang melihatnya sebagai kesempatan kedua untuk menemukan kebahagiaan, sementara yang lain mungkin memandangnya dengan skeptis, mempertanyakan masa lalu dan kemungkinan tantangan yang akan dihadapi. 

Namun, jika dilihat lebih dalam, pernikahan kedua justru memiliki makna yang lebih dalam dibandingkan pernikahan pertama.

Cinta yang Lebih Matang : Berbeda dengan pernikahan pertama yang sering kali dilandasi oleh semangat muda dan idealisme, pernikahan kedua lebih banyak dibangun atas kedewasaan dan pengalaman hidup. Seorang duda dan janda biasanya sudah memahami arti hubungan yang sesungguhnya—bukan hanya soal asmara, tetapi juga tanggung jawab, kompromi, dan keikhlasan menerima pasangan dengan segala kelebihan serta kekurangannya.

Bagi mereka yang pernah gagal atau kehilangan pasangan karena berbagai alasan, pernikahan kedua bukan hanya tentang mencari teman hidup baru, tetapi juga tentang menebus kekosongan yang pernah ada. Mereka lebih realistis dalam menata kehidupan, tidak mudah larut dalam ekspektasi berlebihan, dan lebih fokus pada kebahagiaan yang bisa dibangun bersama.

Menghadapi Tantangan dengan Bijak : Meski lebih matang, bukan berarti pernikahan kedua bebas dari tantangan. Dalam banyak kasus, faktor anak dari pernikahan sebelumnya bisa menjadi ujian tersendiri. Membangun hubungan dengan anak tiri butuh kesabaran dan pengertian agar tercipta keharmonisan. Selain itu, tekanan sosial juga kerap muncul, terutama dari lingkungan yang masih memandang pernikahan kedua dengan stigma negatif.

Namun, bagi pasangan yang benar-benar siap, semua tantangan itu justru menjadi bagian dari perjalanan baru yang lebih bermakna. Dengan komunikasi yang baik, keterbukaan, dan saling pengertian, pernikahan kedua bisa menjadi lebih kuat dan langgeng dibandingkan pernikahan pertama.

Kesempatan untuk Memulai Hidup Baru : Pernikahan kedua adalah bukti bahwa setiap orang berhak mendapatkan kebahagiaan, meskipun pernah mengalami kegagalan atau kehilangan. Ini adalah kesempatan bagi duda dan janda untuk kembali membangun rumah tangga yang lebih harmonis, dengan nilai-nilai yang lebih mendalam.

Pada akhirnya, pernikahan bukan soal seberapa banyak seseorang menikah, tetapi seberapa berkualitas hubungan yang dibangun di dalamnya. Bagi duda dan janda, pernikahan kedua adalah kesempatan emas untuk menikmati hidup dengan lebih bijak dan penuh makna. Bagaimana dengan pihak pihak yang mungkin merasakan. Salam Nalar Akal Waras. (Editor : MSar) 

π™†π™π™ˆπ™‹π™π™‡ π™†π™€π˜½π™Š" π˜Όπ™‹π˜Ό 𝙄𝙏𝙐 π™†π™π™ˆπ™‹π™π™‡ π™†π™€π˜½π™Š, π˜Ύπ™Šπ˜½π˜Ό π˜Ύπ˜Όπ™π™„ π™π˜Όπ™ƒπ™.

Kumpul kebo atau kohabitasi adalah hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan. Istilah kumpul kebo umumnya digunakan saat dua orang belum menikah hidup bersama dan terlibat dalam hubungan romantis atau intim.

Istilah “kumpul kebo” berasal dari masyarakat Jawa tradisional (generasi tua). Secara jelasnya, pasanganan yang belum menikah, tetapi sudah tinggal dibawah satu atap. Perilakunya itu dianggap sama seperti kebo.

Istilah kumpul kebo berasal dari budaya Jawa dan sering digunakan oleh generasi tua untuk menggambarkan pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Konotasi negatifnya berasal dari perbandingan dengan kebo (kerbau), yang dianggap hidup bersama tanpa aturan atau ikatan resmi.

Latar Belakang Budaya dan Sosial :
Dalam budaya tradisional Indonesia, pernikahan bukan hanya persoalan individu, tetapi juga bagian dari norma sosial dan agama. Hidup bersama tanpa menikah dianggap bertentangan dengan nilai-nilai moral, agama, dan adat. Oleh karena itu, pasangan yang memilih jalan ini sering mendapat stigma negatif dari masyarakat.

Pandangan Masyarakat :
Generasi Tua: Menganggap kumpul kebo sebagai perilaku menyimpang karena tidak sesuai dengan norma agama dan adat. Mereka percaya bahwa hubungan harus sah secara hukum dan agama untuk menjaga kehormatan keluarga.

Generasi Muda: Sebagian lebih terbuka terhadap konsep kohabitasi, terutama di kota-kota besar, karena perubahan gaya hidup, pengaruh budaya Barat, dan faktor ekonomi (misalnya, berbagi biaya hidup).

Aspek Hukum dan Agama :
Dalam hukum Indonesia, tidak ada aturan yang secara spesifik melarang kumpul kebo, tetapi hidup bersama tanpa menikah bisa berdampak pada hak-hak hukum, terutama dalam hal warisan, status anak, dan perlindungan hukum bagi pasangan.

Dalam agama (Islam, Kristen, Hindu, dan lainnya), hidup bersama tanpa ikatan pernikahan umumnya dianggap sebagai perbuatan yang dilarang atau tidak dianjurkan.

Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Ini : 
1. Perubahan Sosial dan Ekonomi: Biaya pernikahan yang tinggi atau ketidakstabilan ekonomi membuat beberapa pasangan memilih hidup bersama tanpa menikah.

2. Gaya Hidup Urban: Di kota-kota besar, norma sosial lebih longgar dibandingkan dengan di pedesaan.

3. Pengaruh Budaya Barat: Di negara-negara Barat, kohabitasi lebih umum dan diterima, yang mempengaruhi sebagian generasi muda di Indonesia.

Dampak Positif dan Negatif 
Positif:
✔ Mengurangi tekanan finansial pasangan sebelum menikah.
✔ Memberikan kesempatan untuk mengenal pasangan lebih dalam sebelum menikah.

Negatif:
Tidak memiliki perlindungan hukum seperti pasangan menikah.
Bisa menimbulkan stigma sosial dan konflik dengan keluarga.
Berisiko bagi perempuan jika hubungan berakhir tanpa komitmen resmi.

Kesimpulan : 
Meskipun kohabitasi semakin umum di era modern, penerimaannya masih sangat bergantung pada norma sosial, agama, dan hukum di Indonesia. Bagi sebagian masyarakat, menikah tetap menjadi cara yang dianggap benar dan sah untuk membangun keluarga, sementara bagi sebagian lain, kumpul kebo adalah pilihan pribadi yang lebih sesuai dengan keadaan mereka.
Editor : MSar

Satpam Hotel Fairmont Laporkan Penggerudukan Rapat RUU TNI ke Polisi

Gambar : Menggeruduk ruang rapat panjang RUU TNI di Hotel Jakpus, (dilansir dari detik.com)

SuwaraKita - Berdasarkan laporan yang beredar di media. Polda Metro Jaya menerima laporan terkait penggerudukan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dengan pemerintah membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Farimont, Jakarta Pusat. Pelapor merupakan sekuriti hotel berinisial RYR.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan laporan diterima pada Sabtu (15/3/2025) lalu. Laporan itu teregister dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
"Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, yang dilaporkan oleh RYR," kata Ade Ary, Sabtu (16/3

Ade Ary mengatakan terlapor dalam kasus ini masih dalam penyelidikan. Dia mengatakan pasal yang diadukan dalam laporan ini adalah Pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau Pasal 217 dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 503 dan/atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
"Pelapor RYR, korban anggota rapat pembahasan revisi UU TNI, terlapor dalam lidik," ujarnya.

Dia mengatakan peristiwa ini bermula saat sekelompok orang berteriak di depan pintu ruang rapat pembahasan RUU TNI. Dia mengatakan kelompok orang itu protes karena rapat dilakukan secara tertutup.
"Pelapor selaku sekuriti Hotel Fairmont, Jakarta, menerangkan bahwa sekira pukul 18.00 WIB ada sekitar 3 orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke Hotel Fairmont," kata Ade Ary.
"Kemudian kelompok tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup. Atas kejadian tersebut, korban telah dirugikan," imbuhnya.
Sebelumnya, rapat Panja Komisi I DPR RI dengan pemerintah membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI digeruduk sejumlah orang. Masyarakat ini menolak rapat Panja RUU TNI yang dilaksanakan.

Tiga orang yang mengatasnamakan diri dari Koalisi Reformasi Sektor Keamanan ini meminta agar rapat Panja RUU TNI dihentikan. Mereka mempersoalkan rapat Panja ini digelar secara tertutup.

"Kami dari Koalisi Reformasi Sektor Keamanan pemerhati di bidang pertahanan, hentikan, karena tidak sesuai ini diadakan tertutup," kata salah satu peserta aksi yang menolak rapat Panja bernama Andrie di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3).

Mereka menilai pembahasan ini dilakukan tidak secara terbuka. Mereka meneriakkan penolakan dan menilai RUU TNI ini dapat mengembalikan dwifungsi ABRI

"Bapak-Ibu yang terhormat, yang katanya ingin dihormati, kami menolak adanya pembahasan di dalam, kami menolak adanya dwifungsi ABRI, hentikan proses pembahasan RUU TNI," ungkapnya.
Pewarta : Jiyono, PS
Editor : MSar.